REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sesudah menyepakati Perjanjian Hudaibiyah dengan kubu Quraisy, Rasulullah SAW mulai mengirimkan surat kepada raja-raja non-Arab, termasuk kaisar Byzantium dan Persia. KH Moenawar dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW (jilid IV) tujuannya untuk mengajak mereka masuk Islam.
Surat Nabi SAW kepada Heraklius dibawa Dihyah al-Kalbi. Raja Byzantium itu menerimanya dengan penuh penghormatan, tetapi enggan menjadi Muslim.
Raja Kisra Abrawiz juga menolak masuk Islam, tetapi dengan cara yang angkuh. Pemimpin Persia itu merobek surat Rasulullah SAW.
Sahabat Nabi yang mengantarkan surat itu kepadanya, yakni Abdullah bin Huzafah, juga diperlakukan dengan hina. Begitu mengetahui kabar ini, Nabi SAW berdoa, “Kisra telah mengoyak-oyak kerajaannya. Ya Allah, kumohon, pecah-belahlah oleh Engkau kerajaannya.”
Sementara itu, Kisra dalam keadaan murka menyuruh menterinya untuk menulis surat kepada gubernur Yaman saat itu, Badzan bin Sasan. Isinya menginstruksikan agar dia menangkap dan membawa Nabi Muhammad SAW kepadanya.
Sebab, Kisra ingin menghukum orang yang dinilainya sungguh keterlaluan itu. Bagaimana mungkin raja kafir ini mengikuti ajaran pihak lain, sementara dirinya mengaku-aku tuhan di hadapan rakyatnya sendiri persis Firaun pada zaman Nabi Musa AS.
Selang beberapa waktu kemudian, Badzan menerima surat yang dimaksud. Perintah yang ada siap dilaksanakan.
Diutuslah beberapa orang ke Madinah. Perjalanan yang cukup panjang ditempuh. Setelah bertanya-tanya kepada penduduk setempat, sampailah mereka ke hadapan Nabi SAW.
Alih-alih bersikap konfrontatif, Rasulullah SAW menawarkan kepadanya, “Maukah kalian mengenal apa itu Islam?” Mereka bersedia menyimak penjelasan yang ada, tetapi masih bersikeras bahwa Kisra adalah tuhan semesta alam.
Nabi SAW kemudian bersabda, “Bagaimana pendapatmu bila ternyata Tuhanku telah membunuh Tuhanmu tadi malam? Mereka tentu saja heran. Dari mana Anda tahu?”
“Tuhanku yang mewahyukannya kepadaku,” jawab Rasulullah SAW dengan tenang. Nabi SAW lalu menyuruh para utusan itu agar kembali ke Yaman untuk mengabarkan wahyu tersebut.
Beliau SAW lalu mengatakan, bila informasi kematian Kisra salah, mereka dapat datang lagi ke Madinah untuk menangkapnya.
Dan kalau benar Kisra tewas malam itu, sebaiknya mereka dan seluruh pemuka Yaman memikirkan ulang, betapa meruginya menyembah pada zat selain Allah. Begitu tiba di Yaman, mereka menceritakan pertemuannya dengan Rasulullah SAW, termasuk apa itu Islam dan wahyu mengenai kematian Kisra.