REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suatu ketika--yang belakangan diketahui menjelang wafatnya--Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabatnya. Kepada mereka, Rasulullah SAW menuturkan pesan.
"Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya aku merupakan nabi, pemberi nasihat, dan mengajak kepada Allah atas izin-Nya. Bagi kalian, aku tidak berdaya seperti saudara yang sebapak dan seibu. Maka siapa saja di antara kalian yang pernah aku sakiti, bangkitlah dan balaslah aku, sebelum datang nanti pada Hari Kiamat kelak," sabda beliau.
Mendengarkan itu, seluruh sahabat diam, tak berucap sepatah kata pun. Tiga kali berturut-turut Nabi SAW mengimbau siapa saja di antara mereka agar membalaskan perbuatan yang pernah dilakukannya setimpal.
Tiba-tiba, berdirilah seorang sahabat. Namanya, 'Ukasyah. Dia lantas menghampiri Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah, jika tidak engkau imbau orang-orang tiga kali, tentu tidak ada yang berani membuatku untuk datang kepadamu."
"Apa yang engkau inginkan, wahai 'Ukasyah?" tanya Nabi SAW.
'Ukasyah kemudian menuturkan kesaksiannya pada waktu Perang Badar silam. Dia mengingat, saat itu unta yang ditungganginya tiba-tiba lepas kendali, sehingga mendahului unta Nabi SAW. Malahan, 'Ukasyah sempat sedikit keluar dari rombongan pasukan Muslimin.
"Ketika aku turun dari untaku dan mendekat ke arah engkau, saat itulah mendadak engkau mengayunkan cambuk, sehingga mengenai tubuhku. Aku tidak tahu saat itu, apakah engkau bermaksud mencambukku atau unta," tutur dia.
Nabi SAW memahami duduk perkaranya. Maka beliau menyuruh Bilal bin Rabah untuk meminta sebuah cambuk dari Fathimah di rumahnya. Putri Nabi SAW sempat heran, untuk apa Bilal meminta cambuk, sedangkan yang disuruh tidak menjelaskan apa-apa.
Di masjid, para sahabat sudah berkerumun. Mereka sesungguhnya menahan amarah terhadap 'Ukasyah. Mengapa pria ini sampai tega meminta qisash, yakni hendak menghukum Nabi SAW dengan cambuk? Namun, Rasulullah SAW sudah bertindak tegas. Balasan sudah semestinya ditunaikan. Jangan sampai ada hal itu menjadi perkara di akhirat kelak.
Ketika Bilal sampai, maka diserahkanlah cambuk itu kepada 'Ukasyah. Abu Bakar dan Umar segera menghadang sahabat itu. "Wahai 'Ukasyah, ambil cambuk itu dan biarkan aku yang dicambuk. Kami tidak rela engkau mencambuk Rasulullah SAW," kata mereka hampir bersamaan.
"Duduklah kalian, sesungguhnya Allah telah mengetahui kedudukan kalian berdua," perintah Nabi SAW.
Tidak hanya Abu Bakar dan Umar sebenarnya. Semua sahabat dan kaum Muslimin di sana ingin menjadi pengganti Nabi SAW sebagai sasaran cambuk 'Ukasyah.
Namun, Rasulullah SAW sudah menjatuhkan instruksi. "'Ukasyah, cambuklah aku. Lakukanlah bila benar aku pernah berbuat salah kepadamu!" kata Nabi SAW.
"Wahai Rasulullah, sewaktu engkau mencambukku pada waktu Perang Badar, badanku saat itu tidak ditutupi kain," terang 'Ukasyah lagi.
Maka Nabi SAW pun melepas bajunya, sehingga tampak kulit punggung dan perut beliau. Seluruh sahabat menampakkan wajah tidak suka akan perbuatan 'Ukasyah ini.
Tiba-tiba, 'Ukasyah melepaskan cambuk itu dan segera memeluk Nabi SAW dari belakang. Dia juga menciumi punggung Rasulullah SAW.
"Aku ingin memeluk engkau, Rasulullah, sehingga kulitku menyentuh kulitmu. Sungguh sebuah kemuliaan bagiku bila bisa melakukannya," kata 'Ukasyah yang kini berderai air mata.
Para sahabat yang tadinya gelisah, kini ikut dalam keharuan. Mereka memahami maksud 'Ukasyah yang semata-mata ingin memeluk erat sang insan yang paling mulia itu.