Senin 15 Jul 2024 09:46 WIB

LBM NU DKI Jakarta- Pelajar Patani Sepakati Pentingnya Jaringan Islam Moderat Nusantara

Indonesia dan Patani mempunyai hubungan kuat jaringan Islam moderat

LBM NU DKI Jakarta dan pelajar Patani dalam Seminar Internasional tentang jaringan Islam moderat Nusantara.
Foto: dok Istimewa
LBM NU DKI Jakarta dan pelajar Patani dalam Seminar Internasional tentang jaringan Islam moderat Nusantara.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA— Hubungan antara ulama Indonesia dan Patani, Thailand Selatan sudah terjalin sejak lama melalui pertalian sanad keilmuan. Tercatat, hubungan tersebut setidaknya sudah ada sejak sekitar abad ke-18 Masehi.

Hal tersebut disampaikan dalam Seminar Internasional bertajuk “Membincang Wasthiyyah Islam dalam ASEAN Studies” di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang diselenggarakan Persatuan Mahasiswa Islam Patani di Indonesia (PMIPTI) Yogyakarta bekerjasama dengan Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta, bertempat di Gedung Moh Yamin FBS (Fakultas Bahasa dan Sastra) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sabtu (13/7/2024).

Baca Juga

Ketua LBM PWNU DKI Jakarta, KH Mukti Ali Qusyairi, mengungkapkan, jaringan ulama Nusantara di Patani telah terbentuk melalui tradisi keilmuan Islam yang sama-sama bercorak Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

“Hubungan ulama Indonesia dan Patani itu hubungan guru dengan murid. Contohnya seperti Syekh Abdus Shamad Al-Jawi Al-Falimbani dari Indonesia yang menjadi guru bagi para ulama di Patani pada sekitar abad ke-18 lalu,” ungkapnya.

Kiai Mukti menambahkan, mayoritas muslim Indonesia dan Patani adalah penganut akidah Asy’ariyah dan bermazhab Syafi'i serta berpaham moderat.

“Sebanyak 20 sifat wajib dan 20 mustahil serta satu sifat mungkin bagi Allah, empat sifat wajib dan empat mustahil serta satu sifat basyariyah Rasul yang dikenal dengan akidah lima puluh yang diajarkan di pesantren Indonesia juga dijelaskan dalam kitab karya seorang ulama Patani yaitu Syekh Dawud bin Abdullah al-Fathani yang notabene murid dari Syekh Abdushomad al-Falimbani,” kata dia.

Dalam pandangan Asy’ari, lanjut Kiai Mukti, ditegaskan bahwa menegakkan negara Islam bukan bagian dari rukun Islam dan bukan pula rukun Iman sehingga sah Islam seseorang yang melaksanakan rukun Islam dan Iman meski hidup di negara yang tidak berbasis ideologi Islam.

“Karena itu, selama menjalankan rukun Islam dan Iman, maka sah dan kaffah Islamnya Muslim Patani sebagai minoritas di Thailand dan umat Muslim mayoritas Indonesia yang sama-sama hidup di negara yang tidak berideologi Islam,” tegasnya.

Ketua Divisi Kharijiyyah (Hubungan Internasional) LBM PWNU DKI Jakarta, KH Agus Khudlori, mengatakan seminar ini diselenggarakan dalam rangka meneruskan tradisi keilmuan dan jalinan ukhuwah Islamiyah yang telah dibangun oleh para ulama Indonesia dan Patani terdahulu.

Di samping itu, untuk menegaskan corak Islam moderat yang menjadi karakter Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Aswaja).

“Dalam mengimplementasikan prinsip wasathiyyah (moderasi) sebagaimana menjadi prinsip Aswaja NU, maka harus dibarengi dengan sikap tasamuh (toleransi), tawazun (keseimbangan), ‘adalah (keadilan), ukhuwah islamiyah dan hubbul wathan (cinta tanah air),” ungkapnya.

Kiai Khudlori menambahkan, sikap moderat dalam beragama merupakan tuntunan Islam dan memiliki landasan dalil dalam Alquran, yaitu surat Al-Baqarah ayat 143. Sikap moderat itu, lanjutnya, menjadi kunci penyebaran dakwah Islam yang rahmatan lil ‘alamin sehingga bisa diterima oleh seluruh umat manusia.

“Tanpa adanya sikap moderat, mustahil Islam bisa tersebar luas seperti sekarang. Yang ada orang akan membenci Islam,” tandasnya.

Dia menegaskan, sikap mederat salah satunya dapat diperoleh melalui pemahaman yang mendalam terhadap ilmu fikih. Sebab, melalui pemahaman yang luas terhadap fikih, seseorang akan menjadi luwes dalam berpikir dan bersikap. Tidak kacamata kuda.

“Sikap moderat bisa dimulai dari pemahaman yang baik terhadap fikih. Sebaliknya, radikalisme beragama juga bisa bermula dari pemahaman yang kurang baik terhadap fikih, karena menggunakan kaca mata kuda dalam memahami agama dan tidak mau menerima pandangan lain,” tegasnya.

Sementara itu, narasumber dari Patani, Murakib Abdulwahab, mengungkapkan Islam di Patani memiliki sejarah panjang yang dimulai sejak abad ke-12 ketika Islam mulai masuk di wilayah itu. Kemudian, didirikan kerajaan Islam di Patani.

“Lalu pada abad ke-15, raja dan pembesar Patani memeluk agama Islam dan Patani berganti nama menjadi Negara Fatoni Darussalam,” ungkapnya.

Kemudian, lanjut Murakib, pada abad ke-18 yaitu sekitar tahun 1785 atau 1786 Kerajaan Patani ditaklukkan oleh Kerajaan Siam (Thailand).

“Kemudian pada Abad ke-20 (1902), sistem kesultanan raja Patani dihapus dan Patani menjadi bagian dari Negara Thailand. Pada abad ke-20 juga, yaitu pada 1909 berlaku perjanjian Anglosiamis antara Kerajaan Siam dan Inggris, dengan perjanjian ini Patani resmi menjadi bagian dari Thailand.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement