Ahad 16 Nov 2025 09:50 WIB

Inisiatif Majelis Masyayikh dalam Membangun Mutu Berkelanjutan di Pesantren

Pesantren didorong untuk melihat dirinya sendiri secara lebih jujur dan komprehensif.

KH Abdul Ghoffar Rozin.
Foto: Dok PWNU Jateng
KH Abdul Ghoffar Rozin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di jantung tradisi yang berdetak pelan, sebuah warisan peradaban yang telah bertahan berabad-abad, kini berhembus angin perubahan. Bukan ancaman dari luar, melainkan inisiatif internal untuk merevitalisasi jantung pendidikan Islam itu sendiri. Pertanyaan besar yang menggantung adalah: Mampukah tradisi bertemu dengan standar modern tanpa kehilangan ruh aslinya?

Jawabannya mungkin bersemayam dalam sebuah gerakan kolaboratif yang dipimpin oleh Majelis Masyayikh, sebuah babak baru dalam upaya menjaga mutu pendidikan pesantren yang berkelanjutan.

Baca Juga

Majelis Masyayikh, sebuah lembaga yang dipenuhi para ulama kharismatik, terus memperkuat kolaborasi strategisnya. Tujuannya mulia: meningkatkan mutu pendidikan pesantren dengan menjadikan lembaga pendidikan Islam itu sebagai mitra sejati dalam membangun ekosistem mutu yang berkelanjutan, bukan sekadar objek evaluasi pasif yang dihakimi dari luar.

“Asesmen yang kami lakukan kini kami arahkan sebagai ruang kolaboratif untuk memperkuat mutu pendidikan. Pesantren didorong untuk melihat dirinya sendiri secara lebih jujur, mendalam, dan komprehensif,” ujar Ketua Majelis Masyayikh Abdul Ghaffar Rozin, atau Gus Rozin, dalam keterangannya di Jakarta, Ahad.

Pernyataan tersebut disampaikan Gus Rozin bertepatan dengan pelaksanaan asesmen penjaminan mutu pendidikan pesantren jenjang dasar dan menengah tahap I tahun 2025. Momen ini menandai babak baru dalam penguatan mutu pendidikan pesantren, sebuah langkah maju yang signifikan.

Asesmen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) tahap I yang berlangsung pada 23 Oktober–24 November 2025 ini melibatkan 38 satuan pendidikan terpilih. Mereka berasal dari tiga jenis penyelenggaraan yang berbeda, yakni Muadalah Salafiyah, Muadalah Mu’allimin, dan Pendidikan Diniyah Formal.

Kegiatan ini tersebar di 14 provinsi di seluruh nusantara, menunjukkan cakupan yang luas: antara lain Aceh, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Riau, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.

Gus Rozin menyampaikan bahwa esensi asesmen kali ini difokuskan pada upaya membangun pola kolaborasi yang kuat antara pesantren yang diaudit dengan tim asesor. Pendekatan humanis tersebut menekankan dialog terbuka, pendampingan yang suportif, dan pembacaan mendalam terhadap kondisi riil satuan pendidikan.

“Sementara asesor hadir bukan untuk menghakimi atau mencari kesalahan, melainkan memberikan perspektif luar yang objektif dan berbasis standar mutu yang telah disepakati bersama,” ujar Gus Rozin, meredefinisi peran asesor menjadi fasilitator mutu.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement