Kamis 11 Jul 2024 05:35 WIB

3 Fenomena Agama Ini Isyaratkan Kecocokan Hadits Ruwaibidhah Akhir Zaman di Indonesia

Ruwaibidhah adalah fenomena yang disebutkan Rasulullah dalam haditsnya

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim memeriksa Samsudin Jadab alias Gus Samsudin terkait konten boleh tukar pasangan. Samsudin diperiksa di Mapolda Jatim, Surabaya, Kamis (29/2/2024).
Foto:

Seolah-olah hal itu menggambarkan bahwa orang yang berlutut itu sebagai orang yang rendah kemampuan dan keilmuannya, namun banyak berbicara dan mengeluarkan statement tanpa didasari oleh ilmu yang memadai dan dipandang baik oleh para pengagumnya, sehingga memiliki pengaruh dan dampak yang luas.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Abdul Muiz Ali mengatakan, makna al-Ruwaibidhah dalam hadis di atas menjelaskan tentang peringatan kepada umat Islam agar tidak mudah berbicara atas suatu masalah/mengomentari masalah, padahal ia tidak mempunyai ilmu tentang hal tersebut.

"Contoh (Ruwaibidhah) sekarang, banyak para netizen yang mudah membicarakan soal agama, padahal ia tidak tidak kompeten soal agama," ujar Kiai Muiz saat dihubungi Republika.co.id, Senin (8/7/2024). 

Padahal, menurut dia, dalam Alquran Allah SWT juga telah menegaskan:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

“Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak punya ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua akan dimintai pertanggung-jawabannya.” (QS Al-Isra' [17]:36)

Allah SWT juga berfirman dalam Alquran, yang artinya: “Hai umat manusia, makanlah sebagian yang ada di bumi ini yang halal dan baik, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi kalian. Sesungguhnya dia hanya akan menyuuh kalian kepada perbuatan dosa dan kekejian, dan agar kalian berkata-kata atas nama Allah dalam sesuatu yang tidak kalian ketahui ilmunya.” (QS al-Baqarah : 168-169).

Hadits di atas, menurut Kiai Muiz, juga menunjukkan tentang pentingnya kejujuran dan mengandung peringatan dari bahaya kedustaan. Rasulullah SAW bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًاوَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِوَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

“Wajib atas kalian untuk bersikap jujur, karena kejujuran akan menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menuntun ke surga. Apabila seseorang terus menerus bersikap jujur dan berjuang keras untuk senantiasa jujur maka di sisi Allah dia akan dicatat sebagai orang yang shiddiq. Dan jauhilah kedustaan, karena kedustaan itu akan menyeret kepada kefajiran, dan kefajiran akan menjerumuskan ke dalam neraka. Apabila seseorang terus menerus berdusta dan mempertahankan kedustaannya maka di sisi Allah dia akan dicatat sebagai seorang pendusta.” (HR Muslim).

Tidak hanya itu..

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement