Rabu 03 Jul 2024 18:57 WIB

Banjir Impor Produk Israel ke Indonesia, Syekh Yusuf Al-Qaradhawi Peringatkan Hukumnya

Impor produk Israel dinilai mencederai perjuangan Palestina

Rep: Eva Rianti/ Red: Nashih Nashrullah
Senjata (ilustrasi). Impor produk Israel dinilai mencederai perjuangan Palestina
Foto: VOA
Senjata (ilustrasi). Impor produk Israel dinilai mencederai perjuangan Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada lonjakan tajam impor dari negara Zionis pada 2024. Jika periode Januari-April tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terlihat ada peningkatan hampir 340 persen.

Indonesia sedianya tak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Latar belakang utamanya karena konflik di Timur Tengah yang menahun. Indonesia secara tegas meminta Israel mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Sejak Indonesia berdiri, sikap merah-putih selama sama, meski Presiden berganti-ganti.

Baca Juga

Rupanya, situsi ini tak membuat kedua pihak tak memiliki hubungan dagang. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia dan Israel tetap terlibat kegiatan ekspor impor.

Lantas apakah dibenarkan bertransaksi jual beli dengan Zionis Israel atau produsen yang terafiliasi dengan negara Zionis itu?

Dalam karyanya, Fatawa al-Muashirah, almarhum Syekh Yusuf Qaradhawi menjelaskan tentang jual beli barang Israel dan Amerika Serikat yang jelas-jelas berpihak kepada negara Zionis tersebut. Dia menegaskan haram untuk membeli produk kedua negara tersebut yang digunakan untuk membiayai perang di Palestina.

"Tiap-tiap riyal, dirham, dan sebagainya yang digunakan untuk membeli produk dan barang Israel atau Amerika Serikat, dengan cepat akan menjelma menjadi peluru-peluru yang merobek dan membunuhi pemuda dan bocah-bocah Palestina. Sebab itu, diharamkan bagi umat dalam membeli barang-barang atau produk musuh-musuh Islam tersebut. Membeli barang atau produk mereka, berarti ikut serta mendukung kekejaman tirani, penjajahan dan pembunuhan yang dilakukan mereka terhadap umat Islam."

Syekh Qaradhawi menyandarkan sikap hukumnya pada dua dalil. Pertama, surat al-Mumtahanah ayat 9.

إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

"Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."

Kedua, persetujuan Rasulullah SAW kepada Tsumamah, raja Yamamah kepada Quraisy Makkah untuk memboikot pengiriman gandum dari Bani Hanifah. Meski pada akhirnya Rasulullah meminta Tsumamah untuk menghentikan boikot tersebut karena kelaparan yang dilanda Quraisy, boikot gandum sempat dilakukan.

Padahal, sebelumnya, ketika Rasulullah masih tinggal di Makkah, Nabi SAW dan para sahabatnya diboikot para penduduk Makkah. Abu Lahab sampai meminta para pedagang untuk meninggikan harga bagi kaum Muslimin demi memunculkan penderitaan bagi umat Islam.

Syekh Qaradhawi menjelaskan...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement