Sabtu 15 Jun 2024 08:30 WIB

Mengenang Jamaah Haji Indonesia yang Gagal Berangkat

Jamaah haji asal Indonesia pernah mengalami kejadian gagal berangkat.

Jamaah haji kloter satu Debarkasi Solo saat tiba di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (16/7/2022) dini hari. Sebanyak 360 jamaah haji yang terdiri dari 358 jamaah haji kloter satu dan mutasi dua jamaah haji kloter dua selamat kembali ke tanah air. Asrama Haji Donohudan melakukan pemantauan suhu tubuh dan tes acak antigen untuk jamaah haji saat datang untuk mengantisipasi penularan Covid-19.
Foto:

Ya Muallim pimpinan H.Hadi Suyanto berhasil menarik ribuan jamaah haji (sebagian warga NU) karena memanfaatkan pengaruh ulama-ulama besar Indonesia saat itu. Sebagian jamaah haji yang seharusnya berangkat waktu itu ternyata belum didaftarkan sebagai jamaah haji pada PT Arafat sebagai penyelenggara perjalanan haji melalui kapal laut.

Kala itu, Ya Muallim diangap menolong jamaah karena menyelenggarakan haji dengan cara menabung. Seseorang yang memilih berangkat lima tahun yang akan datang membayar haji jauh lebih murah dibanding jamaah yang berangkat lebih cepat.

Semakin pendek masa tunggu haji seseorang, semakin mahal biaya yang dikeluarkan. Namun, biaya tersebut tercatat masih di bawah tarif haji yang diselenggarakan pemerintah. Waktu itu, diberitakan Ya Muallim telah membeli kapal laut sendiri. Namun, kemudian tidak terbukti setelah sekian miliar rupiah dana haji terkumpul.

Pada 1968, juga ada jamaah haji yang gagal berangkat ke Arab Saudi karena tidak ada kapal. Sehingga, mereka harus diberangkatkan tahun berikutnya. Kemudian, pemerintah mengambil alih pemberangkatan itu. Pada 1978, kegagalan terjadi pada jamaah haji yang telah mendaftar dan masuk dalam manifest keberangkatan PT Arafat. Namun, izin operasionalnya dicabut oleh Departemen Perhubungan.

Penerapan kuota haji diberlakukan pemerintah Arab Saudi sejak 1987 dengan alokasi 1:1000 bagi setiap negara dari penduduk muslim. Namun, hingga 1994 Indonesia belum bisa memenuhi kuota 180.000 jamaah.

Dalam Mudzkarah Haji 1994 diperkirakan kuota haji akan tercapai tahun 2000. Perkiraan tersebut ternyata meleset.

Pada 1995, jumlah jamaah haju telah melebih kuota sebanyak 180.000 jamaah. Sehingga, terdapat ribuan jamaah yang terpaksa tidak bisa berangkat dan waktu itu menjadi keresahan nasional. Itulah yang kemudian menghilhami dibangunnya Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).

Hal serupa terjadi lagi pada 2004 ketika Pemerintah RI meminta tambahan kuota kepada Pemerintah Arab Saudi sebanyak 30 ribu jamaah. Sayangnya, pemerintah terlanjur mengumumkan dan mempersiapkan tambahan kuota tersebut. Padahal, Pemerintah Arab Saudi belum mengambulkan. Hal tersebut cukup menghebohkan, sehingga penyelenggaraan haji kala itu dikritik dan mendapat catatan dari masyarakat. Sebanyak 30 ribu jamaah haji tidak jadi berangkat dan diprioriytaskan pada tahun berikutnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement