Oleh: Ustaz Dr Amir Faishol Fath*)
Pembahasan tentang haji dalam Alquran surah al-Baqarah diletakkan setelah penjelasan mengenai ibadah pada bulan suci Ramadhan, yaitu ayat ke-183 hingga 187. Di celah-celahnya, terdapat ayat yang berbicara perihal harta. Al-Baqarah ayat ke-188 mengingatkan kaum beriman agar jangan sekali-kali memakan harta dengan cara yang haram.
Adapun ayat haji dalam ayat ke-189 di surah itu berbunyi, “Yasaluunaka ‘anil ahillati, qul hiya mawaaqiitu linnasi wal hajj.” Artinya, “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, ‘Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.’”
Susunan ayat-ayat tersebut menunjukkan, betapa dalam Alquran mengurutkan ibadah-ibadah satu irama, sesuai dengan urutan bulan. Seperti diketahui, pasca-Ramadhan umat Islam langsung menyambut datangnya bulan-bulan haji, yaitu Syawal, Dzulqadah, dan Dzulhijjah.
Ketiga bulan haji tersebut dijelaskan dalam firman-Nya, al-Baqarah ayat 197. “Al-hajju asyhurum ma’luumaat.” Artinya, “Musim haji itu berlangsung pada bulan-bulan tertentu.”
Karena itu, pelaksanaan umrah pada bulan Syawal dan Dzulqadah otomatis disebut sebagai umrah haji. Dari rangkaian yang indah itu, dapat dipahami bahwa selama Ramadhan hamba-hamba Allah telah mempersiapkan diri.
Caranya antara lain dengan memperbanyak ibadah dan mengendalikan hawa nafsu. Hal itu dilakukan supaya jiwa dan raga mereka menjadi lebih kuat. Sebab, setelah Ramadhan mereka akan melaksanakan ibadah haji yang menuntut kekuatan fisik.
Kembali ke ihwal susunan ayat-ayat itu. Ayat ke-188 tentang bahaya harta haram disisipkan untuk menggambarkan bahwa inti ibadah puasa adalah mengendalikan nafsu. Jangan sampai jatuh pada yang haram.
Seperti kita ketahui bersama, pelaksanaan ibadah haji membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu, jangan sekali-kali ada harta haram yang dipakai dalam perjalanan nan suci ini.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Innallaaha thayyibun, laa yaqbalu illaa thayyiban.” Allah Maha Baik dan Dia tidak mau menerima kecuali yang baik.
Ibadah haji yang dilakukan dengan menggunakan harta haram dipastikan akan ditolak oleh Allah Ta’ala. Jangan pernah lupakan, tujuan utama haji adalah menggapai level mabrur.
“Dan haji mabrur, tidak ada balasannya kecuali surga,” begitu sabda Rasulullah SAW. Bila ibadah Ramadhan banyak dihubungkan dengan pencucian dosa, “ghufira lahu maa taqaddama min dzanbihi”, maka ibadah haji adalah perjuangan untuk pengguguran dosa. Itulah alasannya, haji lebih didominasi dengan aktivitas gerak.
Imam as-Samarqandi mengatakan, “Setiap kali (jamaah haji) menggerakkan kaki, dosa-dosa berguguran, sebagaimana daun berguguran dari pohonan.” Hampir semua rangkaian ibadah rukun Islam kelima itu lebih tampak aktivitas geraknya, semisal perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya di Tanah Suci.
Tidak ada rukun haji yang berupa bacaan. Itu berbeda, misalnya, dengan shalat yang di antara rukun-rukunnya adalah membaca surah al-Fatihah.
Maka, jalani rangkaian gerak tersebut, seperti thawaf, sai, wukuf, mabit, serta melempar jamarat. Setelah itu, Anda sebagai jamaah haji insya Allah akan menjadi “kayaumin waladathu ummuhu.” Seperti bayi yang baru lahir. Demikian sabda Rasul SAW.
*) Ustaz Dr Amir Faishol Fath merupakan seorang dai nasional yang juga pakar tafsir Alquran. CEO Fath Institute ini mengisi kajian keislaman di pelbagai kota dan daerah, dalam maupun luar negeri. Tulisan di atas disadur dari Harian Republika edisi 27 Juni 2022.