Program Plasma Dompet Dhuafa secara khusus memilih pengembangbiakan dan perawatan domba. Sebab, jenis hewan kurban ini memiliki sifat alami koloni. Hal itu dinilai lebih menguntungkan bila dibanding dengan kambing, yang cenderung soliter atau tidak mau berkoloni.

"Jika domba menjadi hewan kurban, itu lebih aman secara syariah, karena domba minimal usianya enam bulan sudah layak jadi hewan kurban. Kalau kambing, harus satu tahun. Meski demikian, domba kami juga upayakan berusia satu tahun (saat disembelih)," jelas Agus.

Republika menemui Hardi, seorang peternak dalam program Plasma Dompet Dhuafa di Kampung Benoa Lor, Desa Sindang Heula, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang. Ia mengaku, saat ini dirinya mengelola 60 ekor domba milik sejumlah donatur. Mereka telah memilih untuk yang menyalurkan kurbannya lewat Dompet Dhuafa.

Pada tahun lalu, di Kampung Benoa Lor hanya ada satu orang yang berkurban domba. Untuk tahun ini, Dompet Dhuafa akan menyalurkan daging hewan kurban di lokasi-lokasi yang sering kali minim daging kurban di berbagai wilayah, termasuk kampung tempat tinggal Hardi.

Menurut hasil survei lembaga Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Banten termasuk wilayah yang defisit daging kurban. Beberapa wilayah di sana, semisal Lebak, Pandeglang dan Serang, juga termasuk yang menjadi sorotan.

Menurut Hardi, dirinya dan para peternak domba lainnya mengapresiasi program THK Dompet Dhuafa. Kegiatan ini juga membantu pemasaran (marketing) penjualan domba dan kambing dari para peternak lokal.

Hingga Rabu (5/6/2024), tercatat sudah ada hampir 15 ribu orang yang memilih berkurban dan menyalurkan kurbannya via Dompet Dhuafa.

Ikuti Whatsapp Channel Republika