Senin 01 Jul 2024 10:29 WIB

Ketum PBNU: Aceh Harus Menjadi Serambi Indonesia

Ketum PBNU berpesan kepada warga Aceh untuk segera membuka diri.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat membuka Konferensi Besar (Konbes) NU.
Foto: Republika/Silvy Dian Setiawan
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat membuka Konferensi Besar (Konbes) NU.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf yang akrab disapa Gus Yahya mengatakan, tantangan ekonomi global yang akan dihadapi Indonesia akan semakin kompleks. Ekonomi mulai bergeser dan akan segera dikuasai oleh negara-negara yang berada di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

"Ekonomi nanti akan dirajai Samudra Pasifik dan Hindia, karena nanti kita lihat frekuensi ekonomi segera meningkat, mulai Afrika, Timur Tengah, Indonesia dan sebagainya masuknya melalui Samudra Pasifik dan Hindia," kata Gus Yahya saat menghadiri silaturahmi dengan Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) di Banda Aceh, Ahad (30/6/2024)

Baca Juga

Menurut Gus Yahya, masa depan ada di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Gus Yahya lantas bercerita ketika tahun 2016 dirinya menjadi satu-satunya tokoh ormas yang diundang menjadi bagian dari komite Indo Pasifik di Inggris.

Pada saat itu, dinamika strategis Samudra Hindia dan Pasifik termasuk lalu lintas ekonomi mulai dibicarakan dengan serius oleh para diplomat senior yang ada di komite itu.

“Samudra Pasifik, ada persentuhan Filipina, Papua dan sebagainya. Tapi Samudra Hindia, kita tahu yang ada di garis paling depan adalah Aceh,” ujar Gus Yahya.

Karenanya saat berkunjung ke Aceh ini, Gus Yahya juga sempat menyampaikan ke Penjabat Gubernur Aceh agar bisa mengupayakan menjadikan Aceh sebagai serambinya Indonesia.

“Kalau sekarang dikenal sebagai serambi Makkah. Kita harus berjuang supaya Aceh sungguh berfungsi sebagai serambi Indonesia,” kata Gus Yahya.

Gus Yahya menegaskan, kenapa serambi Indonesia, karena Aceh berada di garis paling depan dan menjadi benteng sekaligus pintu utama ekonomi Indonesia. 

Ia menyampaikan, bahkan dulu Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah sangat ngotot untuk membangun pelabuhan terbuka di Sabang, Aceh.

“Dalam keadaan begini. Tidak bisa tidak, Aceh ini memerlukan konsolidasi nasional Indonesia sehingga bisa memobilisasikan sumber daya secara fokus untuk Aceh. Juga sebagai pertahanan misalnya. Juga sebagai fasilitas ekonomi,” jelas Gus Yahya.

Dengan dinamika seperti ini, Gus Yahya berpesan kepada warga Aceh untuk segera membuka diri. Arab Saudi bisa menjadi contoh yang sebelumnya sangat tertutup dan kini mulai sadar, segera membuka diri dalam dinamika international.

“Dulu, Arab Saudi sangat menutup diri, warganya tidak bisa langsung dalam dinamika internasional. Tapi belakangan mereka sadar warganya akan kalah di tengah gelombang internasional. Sekarang mereka tergopoh-gopoh,” ujar Gus Yahya.

Ia mengatakan, maka Aceh harus segera mengantisipasi. Karena jika gelombang besar ekonomi datang, maka dampaknya akan lebih serius dibandingkan Tsunami Aceh.  

“Aceh saya kira harus berpikir antisipatif. Karena yang datang gelombang yang sangat kompleks dan Aceh harus siap menyambut itu. Aceh hanya bisa bertahan dan membangun keunggulannya ketika Aceh sungguh bisa berfungsi sebagai serambi Indonesia,” kata Gus Yahya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement