REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Orang yang arif dan bijaksana memiliki ciri khusus, terutama saat mereka sedang berhadapan dengan Allah SWT dalam doa.
Ibnu Athaillah dalam kitab Al Hikam mengatakan:
ربما استحيى العارف أن يرفع حاجته إلى مولاه اكتفاء بمشيئته فكيف لا يستحيي أن يرفعها إلى خليقته
“Rubbama istahyal-aarifu an ya’fa'a haajaatahu ila maulahu iktifaa-an bimasyiatihi fakayfa laa yastahyi an yarfa’aha ila khaaliqatihi?”
Yang artinya, “Adakalanya seorang arif merasa malu untuk menyampaikan kebutuhannya kepada Allah karena merasa cukup dengan kehendak Allah atasnya. Lalu bagaimana mungkin seorang arif itu mengungkapkan kebutuhannya pada sesama makhluk?”
Ibnu Athaillah menjelaskan, orang yang arif tidak akan meminta sesuatu pun dari Allah karena telah merasa cukup atas kehendak-Nya atas dirinya.
Dalam hal ini, ulama tasawuf Asy-Syadzili pernah berkata, “Keluarkan semua makhluk dari hatimu dan kuatkan asamu terhadap Tuhanmu agar Dia memberimu selain apa yang telah ditentukan-Nya untukmu."
Meminta kepada Allah SWT saja seorang arif malu, apalagi meminta dan mengungkapkan kebutuhannya kepada sesama makhluk. Ia tidak akan meminta kepada makhluk dan tidak mengadukan kebutuhannya kepada mereka karena para makhluk miskin dan membutuhkan.
Oleh sebab itu seorang arif akan menjauhkan tekadnya dari makhluk dan tidak pernah meminta kepada mereka apapun yang ia butuhkan. Sebab itulah, Ibnu Athaillah berpesan, janganlah kita seharusnya mengotori iman dengan ketamakan terhadap makhluk dan jangan bersandar kecuali hanya kepada Allah SWT.