Selasa 30 Apr 2024 21:20 WIB

Ini Isi Ceramah Ustadz Adi Hidayat yang Dituding Halalkan Musik

UAH menjelaskan tentang sejarah dan kontribusi musik

Rep: Umar Mukhtar / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi bermain musik. UAH menjelaskan tentang sejarah dan kontribusi musik
Foto:

Namun di sisi lain, terang UAH, ketika Nabi Muhammad SAW dicela melalui syair dan musik, ada sahabat Nabi bernama Hasan bin Tsabit yang membela beliau SAW. "Nabi punya pemusik dan penyair di samping Nabi, yang membela Nabi," kata UAH.

Saat membela Nabi itulah, turun ayat 227 Surat Asy Syu'ara: "Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan berbuat kebajikan dan banyak mengingat Allah dan mendapat kemenangan setelah terzalimi (karena menjawab puisi-puisi orang-orang kafir). Dan orang-orang yang zalim kelak akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali."

Karena itu, UAH menjelaskan, para ulama menyimpulkan bahwa dari tradisi ini musik berkembang menjadi dua bagian. "Jika ada yang berkaitan dengan nilai kebaikan, membawa syiar-syiar kemuliaan, tidak berlebihan, tidka memberikan dampak maksiat, maka diperkenankan dengan batas-batas tertentu," ujarnya.

"Tapi kalau membawa kepada hanyut sesuatu, sehingga lupa dengan kebaikan, maka ia bisa makruh sampai haram, sehingga ada ulama menempatkan musik seperti hukum nikah. Tengah-tengahnya ibahah, ke kanan sunnah, bahkan bisa wajib, ke kirinya makruh dan ke kirinya lagi haram," tambahnya.

UAH juga menyampaikan, di masa kejayaan Islam, musik diadopsi menjadi teori gramatikal untuk memudahkan belajar pengetahuan di Andalusia. Saat itu para ulama kalau membuat metode mengajar, semua menggunakan syi'r.

Contohnya kitab Alfiyah, yang berisi metode gramatikal bahasa Arab yang menghimpun nahwu shorof. Jika hafal 1.002 bait di dalamnya maka seseornag menguasai semua kaidah bahasa Arab. "Itu ada musiknya tapi tidak ada yang mengharamkannya. Semua membenarkan," kata dia.

Kemudian, lanjut UAH, itu diserap di Persia hingga muncullah notasi berupa dha ro mim fa shod lam shin dal. Karena itu, dia mengatakan, do re mi fa so la si do sebetulnya diambil dari khazanah Islam. "Di situlah menjadi notasi yang bisa dibaca, kemudian dikembangkan menjadi alat-alat musik," ujarnya.

Lalu berkembang lagi hingga zaman sekarang. Misalnya nasyid yang bentuknya beragam, dari akapela sampai yang menggunakan alat musik. "Membawa pada ketaatan, ingat dengan Allah, sah tidak ada masalah," kata UAH, yang mencontohkan grup nasyid seperti Raihan, Hijaz, dan lainnya.

Namun ada musik yang digunakan untuk maksiat kepada Allah SWT yang liriknya bertentangan dengan syariat. "Maka, tradisi (di zaman jahiliyah) itu ada yang bisa dibenarkan, diakomodir oleh syariat, dan ada yang ditolak secara langsung," jelas UAH.

 

photo
Mendengarkan musik dapat menghasilkan dopamin di otak. - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement