Sabtu 28 Sep 2024 08:40 WIB

Adara Minta Persoalan Palestina Masuk dalam Agenda 100 Hari Kerja Pemerintahan Baru

70 persen korban kekerasan Israel adalah wanita dan anak-anak.

FGD bertajuk Langkah Strategis dan Taktis Indonesia untuk Gaza.
Foto: Dok Republika
FGD bertajuk Langkah Strategis dan Taktis Indonesia untuk Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA– Adara Relief International menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Langkah Strategis dan Taktis Indonesia untuk Gaza” untuk membahas genosida Israel di Gaza yang terus terjadi hingga saat ini. FGD yang berlangsung di Ruang GBHN Gedung MPR/DPR RI, Jumat (27/9/2024) siang, ini dalam rangka mengumpulkan rekomendasi dari para stakeholder, mengenai langkah-langkah konkret yang harus dilakukan untuk menghentikan genosida Israel di Gaza.

Direktur Utama Adara Relief International Maryam Rachmayani Yusuf, yang juga menjadi pembicara utama, memaparkan hampir genap satu tahun Israel melakukan genosida di Gaza, di mana 70% korbannya adalah anak-anak dan perempuan.

Baca Juga

“Adara Relief International sebagai lembaga kemanusiaan untuk Palestina merasa tergerak dan terpanggil untuk mengadakan FGD hari ini karena hampir genap satu tahun Israel melakukan genosida di Gaza,” ujar Maryam.

Guna menggali perspektif dan merumuskan langkah-langkah strategis dan taktis dalam mendukung keadilan dan perdamaian di Palestina, Adara mengundang tokoh lintas bidang dalam pertemuan ini. Jajaran pembicara terdiri dari pemerintah, akademisi, organisasi kemasyarakatan, serta lembaga kemanusiaan untuk Palestina.

Selain Maryam, pembicara utama pada kegiatan ini terdiri dari Wakil MPR RI Hidayat Nur Wahid, tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri MUI Sudarnoto, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, dan Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Ahrul Tsani Fathurrahman.

Maryam mengungkapkan, selama 16 tahun berkiprah, Adara merasakan betapa beratnya penderitaan yang harus dialami oleh rakyat Palestina, khususnya anak dan Perempuan, akibat penjajahan Israel. Terlebih di Gaza, katanya, telah 18 tahun merasakan pahitnya blokade Israel sehingga menjadikan Gaza sebagai penjara terbesar di muka bumi.

“Dalam respons situasi terkini, berbagai bantuan kamanusiaan telah kami salurkan, mulai dari kebutuhan pokok, sandang, pangan, hingga papan, dan juga mengirim obat-obatan dan medis lainnya,” kata Maryam.

“Namun semua itu tidak akan menyelesaikan permasalahan di Gaza karena akar dari permasalahan tersebut adalah penjajahan yang dilakukan oleh Israel,” tambahnya.

Untuk itu, pihaknya dan bersama elemen bangsa mendesak agar pemerintahan Indoensia yang baru menjadikan Palestina sebagai agenda prioritas dalam 100 hari pertama kepemimpinan. Tujuannya adalah tercapainya gencatan senjata dan penghentian genosida secara permanen di Palestina.

Sementara itu Hidayat Nur Wahid mengingatkan, pemerintah berikutnya harus ingat bahwa Indonesia terikat dengan konstitusi. “Karena konstitusi kita menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina sebagaimana yang tertera pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.”

Hidayat Nur Wahid juga menyatakan bahwa Indonesia tidak sendiri dalam perjuangan membela dan membebaskan palestina dari penjajahan Israel. Perjuangan ini bisa dilakukan bersama dengan ASEAN, OKI, Liga Arab, dan PBB.

Jajaran penanggap ahli turut diiisi oleh tokoh yang tak kalah penting, meliputi Muhammad Zaitun Rasmin (Ketua Wahdah Islamiyah), Yon Machmudi (Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia UI), Tomy Hendrajati (Presiden Umum Human Initiative), Sabriati Aziz (Ketua Sayap Perempuan ARI BP), Agung Nurwijoyo (Sekretaris Jenderal MINDA), dan Oke Setiadi (Ketua ASPAC for Palestine).

“Fokus Indonesia adalah kemerdekaan Palestina, bukan Israel, karena fokus pada Israel akan menuju kepada negosiasi yang berujung pada normalisasi,” tegas Prof. Yon Machmudi. Yon juga menambahkan bahwa Pemerintah Indonesia perlu membentuk utusan khusus Indonesia untuk Palestina, yang bertugas untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait guna mewujudkan kemerdekaan Palestina.

Diskusi ini menjadi bagian dari komitmen Adara sebagai lembaga kemanusiaan, untuk mendorong elemen bangsa dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina dengan mengedepankan dialog yang konstruktif untuk menyelesaikan persoalan Palestina.

Menanggapi rekomendasi yang telah disampaikan oleh pembicara, Ahrul Tsani Fathurrahman mengatakan bahwa, "Kami menerima semua masukan, serta terus mencari cara supaya bantuan ke Gaza dapat dikirim secara cepat dan tepat sasaran. Pemerintah telah mengalokasikan dana khusus untuk penyaluran ke Palestina yang diberikan dalam bentuk beasiswa, biaya hidup, serta makanan pokok.”

Menutup hasil diskusi, para tokoh bersepakat bahwa isu Palestina harus menjadi agenda prioritas dari lembaga legislatif dan eksekutif dalam 100 hari pertama kerja mereka. Forum mendesak pemerintah untuk fokus mengawal dan mengupayakan bantuan kemanusiaan yang tepat sasaran. Indonesia juga dapat mengoptimalkan peran global melalui PBB, sehingga dapat memperkuat posisi Indonesia di forum internasional.

“Harapan kami setelah FGD ini, seluruh elemen bangsa bersatu padu untuk ikut serta secara aktif menyelesaikan persoalan Palestina. Sudah terlalu lama Palestina dikecewakan dan diabaikan oleh dunia, saatnya Indonesia menutup luka bangsa Palestina,” tegas Fitriyah Nur Fadilah, Ketua Departemen Riset Adara Relief International selaku ketua pelaksana kegiatan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement