Selasa 23 Apr 2024 14:50 WIB

Haul Ke-56, Mengenang Warisan Guru Tua Habib Idrus Bin Salim Al Jufri

Guru Tua Habib Idrus bin Salim Al Jufri menginspirasi kearifan Islam di Nusantara.

Rep: mgrol151/ Red: Erdy Nasrul
Makam Habib Idrus bin Salim Al Jufri atau Guru Tua.
Foto: Dok. Tmg
Makam Habib Idrus bin Salim Al Jufri atau Guru Tua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah peringatan bersejarah yang dipenuhi dengan makna dan penghargaan, jamaah pengikut Habib Idrus bin Salim Al Jufri mengadakan acara haul yang ke-56 untuk memperingati pengabdian Habib Idrus dalam bidang pendidikan dan dakwah. 

Acara haul ini diadakan untuk menghormati warisan luar biasa dari guru tua yang telah menginspirasi dan membimbing generasi-generasi sebelumnya dan saat ini. Diselenggarakan pada Minggu (21/4) di Komplek Al Khairaat.

Baca Juga

Habib Idrus bin Salim Al Jufri, atau lebih dikenal sebagai Guru Tua, merupakan sosok yang mempunyai peran penting dalam perkembangan pendidikan dan dakwah di Indonesia, khususnya di kawasan Timur. 

Ia lahir pada tanggal 15 Maret 1892 Masehi. Pendirian lembaga pendidikan Alkhairaat pada tahun 1930 menandai awal dari perjalanan panjang guru tua dalam memajukan pendidikan Islam di Indonesia.

Perjalanan hidup guru tua dipenuhi dengan perjuangan dan dedikasi untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama Islam. Meskipun ia menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan sumber daya dan sarana prasarana pada masanya, namun semangatnya untuk membantu umat Islam Indonesia dalam mencapai kemajuan pendidikan dan sosial tidak pernah pudar. 

Guru tua terus bergerak maju, membangun, dan mendidik pribadi serta menyatukan masyarakat dari berbagai kampung dan daerah di Indonesia.

Filosofi dan konsep pendidikan guru tua adalah membentuk manusia humanis yang berilmu berakhlak mulia berjiwa kebangsaan dalam rangka mengabdi kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Dalam artian, pendidikan yang berusaha memanusiakan manusia di mana tidak hanya membangun kecerdasan pikirannya tetapi juga membangun dan mengembangkan jiwa dan raganya.

Acara haul Habib Idrus bin Salim Al Jufri diadakan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas perjalanan hidup dan dedikasi guru tua dalam memajukan pendidikan dan dakwah di Indonesia. 

Dalam acara tersebut, berbagai kegiatan dilakukan untuk mengenang dan merayakan pencapaianya, seperti pembacaan syair-syair, testimoni dari murid-muridnya, ceramah yang disampaikan oleh Kiai Sofyan Lahilote dan Habib Salim Segaf Al Jufri, dan sambutan-sambutan. 

Pada rangkaian acara, 3 murid guru tua diberikan kesempatan untuk menyampaikan testimoninya. Di antaranya Ustaz KH Fauzi Ahmad Badarab, Ustaz Abdul Rasyid, dan KH Yahya. 

KH Fauzi Ahmad mengatakan, pada masa dulu ia sempat berdakwah bersama guru tua dari kampung ke kampung di Kota Palu dengan berjalan kaki dan sesekali menggunakan transportasi gerobak dokar. Sebelum memulai pendidikan formal, ia dan guru tua memulainya dengan giraah pada pagi hari dan roha di sore hari. 

“Kami rasa kebanggaan tersendiri dengan perjuangan sosok guru tua dengan misi yang dijalani,” katanya, Ahad (21/4). 

Perjalanan berdakwah Ustaz Fauzi bersama guru tua dan teman-temannya terus berkembang hingga mereka sempat berdakwah ke Pulau Jawa, dari Jawa Timur sampai ke Jawa Barat dengan masa waktu 4 bulan. 

Di akhir acara Ketua Utama Alkhairaat, Habib Sayyid Alwi bin Saggaf bin Muhammad Aljufri menyampaikan amanahnya sekaligus menutupnya dengan doa. Ia mengatakan metode dakwah guru tua dinamakan fastabiqul khairat. Konsep dakwah ini memiliki empat cara, mengajarkan ilmu dan ketakwaan umat Muslim dengan suri teladan, harta, tulisan, dan lisan. 

Menurut Habib Alwi, kalimat ilmu dan takwa disandingkan oleh guru tua memberikan makna yang mendalam. Karena ketakwaan seseorang dilihat dari setiap ilmu yang didapatkan oleh setiap umat Muslim merupakan ilmu yang bisa menjadikannya dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala, ilmu yang bisa menjadikan umat Muslim memiliki rasa takut kepada Allah, dan ilmu yang didapatkan tidak dijadikan sebagai bahan kesombongan. 

“Itulah yang disebut sebagai hakikat ketakwaan, dan guru tua menyandingkan ilmu dan ketakwaan menjadi dua hal yang penting,” ungkapnya, Ahad (21/4). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement