Sabtu 06 Apr 2024 09:05 WIB

5 Bukti Ini Perkuat Fakta Pemerintah Israel Dukung Ritual Sapi Merah 

Doktrin ritual sapi merah telah merangsek ke Pemerintahan Netanyahu

Rep: Umar Mukhtar / Red: Nashih Nashrullah
Orang Yahudi menonton sapi merah yang ditempatkan di Shilo, sebuah permukiman ilegal Israel di dekat kota Nablus, Palestina.
Foto:

Ini akan membuka jalan bagi jutaan orang Yahudi yang beragama untuk berpartisipasi dalam penyerbuan Masjid Al Aqsa, setelah jumlah mereka yang terkuat tidak melebihi 2.200 orang.

Seluruh anggota gerakan ultra-Ortodoks Yahudi mencakup sekitar 13 persen populasi Israel dan berjumlah lebih dari 1,25 juta orang. Mereka ini adalah kelompok yang menolak mengikuti seruan menyerbu Al-Aqsa karena tunduk pada fatwa Kepala Rabbi yang melarang masuk ke masjid sebelum ritual sapi merah.

Lantas dapat dibayangkan jika mereka memutuskan menyerbu Masjid Al-Aqsa pada "peringatan kehancuran kuil" setelah ritual sapi merah itu, tapi fatwa tersebut dibatalkan oleh pemerintahannya sendiri. Segalanya dengan cepat meningkat menjadi perang agama yang sengit.

Karena itu, para anggota kelompok ekstremis ini dan sekutu mereka dari gerakan Kristen evangelis konservatif di Amerika mencoba untuk mendorongnya, demi mengejar mitos Mesias.

Sekilas, seluruh janji Netanyahu menunjukkan bahwa dia tidak terpengaruh oleh persepsi keagamaan kelompok ekstremis sayap kanan, tetapi pada akhirnya membiarkan ide ekstremis Yahudi itu terjadi. Netanyahu seakan terkontaminasi dengan mitos sapi merah tersebut.

Hal ini dibuktikan dengan masuknya 5 sapi ke Israel yang diatur dan difasilitasi oleh pemerintahan kiri-tengah sebelumnya memperjelas bahwa pengaruh gerakan keagamaan ekstremis tidak hanya terjadi pada pemerintahan sayap kanan Israel, melainkan merupakan masalah yang melintasi gerakan politik Israel terlepas dari orientasi mereka.

Sebab, justru gerakan keagamaan ekstremislah yang mengatur prosedur terkait Yerusalem di lapangan, tanpa memandang siapa yang memimpin pemerintahan di Israel.

Gerakan keagamaan Yahudi ekstremis ini terbilang kuat meski kehadiran pemerintahan sayap kanan, seperti pemerintahan Netanyahu, bisa mengontrol sayap kanan untuk urusan di negara pendudukan.

Menurut Ma'ruf, apa yang terjadi di wilayah Palestina saat ini mendorong ke arah bentrokan agama yang kekerasannya tidak kalah hebatnya dengan peristiwa tahun 2021. Permusuhan agama yang dilakukan oleh pemerintahan Israel meningkat ke level tertinggi seiring dengan tren Zionisme agama.

"Permusuhan agama ini hanya akan menyebabkan ledakan situasi di kawasan secara keseluruhan, dan jenis ledakan yang paling berbahaya adalah ledakan yang berlatar belakang agama murni. Akankah dunia menyadari hal ini dan menghentikan kecerobohan pemerintah pendudukan yang tidak bertanggung jawab ini? Termasuk sekutunya?," jelas Ma'ruf.

 

 

Sumber: Aljazeera  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement