REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melalui hujan, Allah SWT menurunkan rahmat-Nya kepada seluruh penghuni bumi, termasuk manusia. Rahmat Allah itu luas bentuknya, tak terukur nilainya, dan tak pula bisa diukur dengan logika manusia.
Akan tetapi, manusia boleh jadi menganggap remeh hujan. Saat air turun dari langit, mereka lupa akan kemahakuasaan Allah.
Ini pula yang menjadi sebab terjadinya kisah berikut, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dari Abu Harizah.
Pada suatu ketika, pasukan Muslimin sedang menjalani ekspedisi Perang Tabuk. Mereka tiba dan beristirahat di suatu lokasi. Meskipun gersang, daerah itu memiliki beberapa sumber air.
Namun, Nabi Muhammad SAW memerintahkan kaum Muslimin agar tidak membawa air dari tempat itu sedikitpun. Mereka mematuhinya dan lantas melanjutkan kembali perjalanan.
Maka sampailah pasukan Muslimin di daerah lain. Sementara itu, bekal sudah menipis. Bahkan, mereka tidak lagi memiliki persediaan air.
Sejumlah sahabat lalu mengadukan keadaan itu kepada Rasulullah SAW. Nabi SAW lalu melaksanakan shalat dua rakaat. Kemudian, beliau menengadahkan tangannya ke langit, berdoa kepada Allah untuk meminta hujan.
Atas izin Allah Ta'ala, hujan pun turun. Seketika, kaum Muslimin bersyukur dan bersuka cita. Mereka semuanya bisa minum dengan puas.
Seorang laki-laki dari kalangan Anshar lantas berkata kepada seorang di sebelahnya. Orang ini ditengarai diam-diam sebagai munafik.
Kata orang Anshar itu, "Tidakkah engkau melihat? Baru saja Nabi SAW berdoa, Allah lalu menurunkan hujan kepada kita?"
"Tidak!" jawab si munafik itu sambil menunjuk ke langit, "sesungguhnya kita mendapat curahan hujan ini karena pengaruh bintang ini dan itu.”
View this post on Instagram




