Rabu 07 Feb 2024 12:56 WIB

Israel Bunuh Enam Polisi Palestina Saat Bantu Pengiriman Bantuan

Petugas polisi Palestina telah dikerahkan untuk mengamankan konvoi bantuan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Tentara Israel berkendara di dekat perbatasan dengan Jalur Gaza, seperti yang terlihat di Israel selatan, Selasa, (6/2/2024).
Foto: AP Photo/Tsafrir Abayov
Tentara Israel berkendara di dekat perbatasan dengan Jalur Gaza, seperti yang terlihat di Israel selatan, Selasa, (6/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Sebanyak enam polisi Palestina terbunuh akibat serangan udara Israel saat sedang membantu proses pengiriman bantuan ke Jalur Gaza. Penyerangan itu terjadi di wilayah Rafah.

“Enam petugas polisi Palestina tewas akibat pendudukan Israel yang menargetkan kendaraan mereka di lingkungan Khirbat al-Adas di Rafah,” kata Kementerian Kesehatan di Gaza, Selasa (6/2/2024), dikutip laman Al Arabiya.

Baca Juga

Menurut beberapa saksi, keenam polisi Palestina itu sedang mengamankan jalur truk pengangkut tepung. Namun mobil yang mereka tumpangi tiba-tiba menjadi sasaran serangan udara jet tempur Israel. Mereka meninggal seketika di lokasi kejadian.

Militer Israel belum mengomentari serangan tersebut. Petugas polisi Palestina telah dikerahkan untuk mengamankan konvoi bantuan yang melintasi Gaza. Pengawalan terhadap konvoi bantuan diperlukan agar truk-truk tidak diberhentikan dan dijarah dalam perjalanan.

Minimnya distribusi bantuan membuat warga Gaza kerap naik ke atas truk untuk mencari pasokan penting. Awal pekan ini, PBB mengatakan, Israel telah memblokade sebagian besar pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza bulan lalu.

Hal itu membuat situasi kemanusiaan di Gaza kian memburuk. Tindakan Israel itu telah menentang resolusi Dewan Keamanan PBB yang diadopsi pada Desember tahun lalu. “Untuk bulan Januari secara keseluruhan, hanya 10 dari 61 misi bantuan kemanusiaan yang direncanakan di utara Wadi Gaza yang difasilitasi oleh otoritas Israel,” ungkap Juru Bicara PBB Stephane Dujarric di markas PBB di New York, Senin (5/2/2024), dikutip laman Anadolu Agency.

Dia menambahkan, dari 51 pengiriman yang tersisa, dua diizinkan masuk secara parsial, 34 tidak diberi akses sama sekali, dan enam lainnya ditunda oleh kelompok bantuan karena masalah operasional internal. Dujarric tidak menjelaskan bagaimana nasib sisa pengiriman lainnya.

Dujarric mengatakan, sebagian besar misi bantuan yang diizinkan masuk berisi dukungan makanan untuk daerah terkepung. Sementara misi yang ditujukan untuk mendukung rumah sakit di Gaza utara, fasilitas sanitasi air, dan layanan kebersihan lainnya, sebagian besar masih ditolak.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hanya 13 dari 36 rumah sakit di Gaza yang masih berfungsi. Rumah sakit yang masih beroperasi hanya berfungsi sebagian. Sebelumnya Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths mengatakan, Israel telah menolak mengizinkan masuknya sejumlah besar bantuan ke Jalur Gaza. Namun dia menyebut, Israel tak memberi alasan yang jelas di balik penolakannya.

“Kami terus menghadapi penolakan yang sering terjadi terhadap masuknya barang-barang yang sangat dibutuhkan ke Gaza oleh Israel, karena alasan yang tidak jelas, tidak konsisten, dan seringkali tidak ditentukan,” kata Griffiths, dikutip laman Middle East Monitor, Kamis (1/2/2024).

Dia menekankan, PBB dan lembaga kemanusiaan membutuhkan akses terhadap warga sipil yang membutuhkan di seluruh Gaza. “Saat ini, sebagian besar akses kami ke Khan Younis, Wilayah Tengah, dan Gaza Utara tidak ada. Kemampuan komunitas kemanusiaan untuk menjangkau masyarakat Gaza dengan bantuan masih sangat tidak memadai,” ujar Griffiths.

Keterangan terbaru oleh PBB tentang diblokadenya pengiriman bantuan ke Gaza menunjukkan bahwa Israel telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. Pada 22 Desember 2023 lalu, Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi tentang percepatan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza. Dari 15 negara anggota Dewan Keamanan, sebanyak 13 negara mendukung rancangan resolusi tersebut. Dua negara lainnya, yakni Amerika Serikat (AS) dan Rusia memilih abstain. Namun dalam resolusi tersebut tak ada seruan tentang gencatan senjata atau penghentian pertempuran antara Hamas dan Israel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement