Kamis 04 Jan 2024 18:20 WIB

MUI Bali: Sikap Arya Wedakarna Berpotensi Rusak Kerukunan Umat di Bali

Islam telah berakulturasi dengan masyarakat Bali.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Umat Islam sholat tarawih pertama bulan Ramadhan 1444 H yang bertepatan dengan Hari Raya Nyepi di salah satu rumah warga di Kampung Bugis, Desa Adat Tuban, Badung, Bali, Rabu (22/3/2023).
Foto:

Ucapan Arya dianggap rasis lantaran menyinggung jilbab atau hijab yang dikenakan Muslimah. Ucapan Arya yang ingin agar pegawai asli Bali ditempatkan di meja depan melayani wisatawan dibandingkan pegawai yang memakai hijab menimbulkan kontroversi.

"Saya gak mau yang front line, front line itu, saya mau yang gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan terbuka. Jangan kasih yang penutup, penutup gak jelas, this is not Middle East. Enak aja Bali, pakai bunga kek, pake apa kek," ucap Arya dikutip Republika.co.id di Jakarta, Senin (1/1/2024).

Sontak saja ucapan Arya itu mengundang kecaman warganet. Hampir semua warganet mengecam ucapan Arya yang seolah merendahkan hijab yang dipakai pegawai beragama Islam.

Agus menerangkan, umat Hindu dan Islam di Bali dulu saling membantu dan berjuang bersama menolak kolonialisme dan penjajahan. Bahkan ada tradisi di beberapa kampung Islam itu namanya tradisi Ngejot, yaitu tradisi berbagi makanan pada hari raya.

"Jadi sangat harmonis (kehidupan di Bali), sebelum AWK (Arya Wedakarna) ini jadi DPD, kehidupan beragama di Bali sangat harmonis," ujar Agus.

Agus menambahkan begitu Arya Wedakarna muncul dengan kekuasaan, ia mencoba membuat statement dengan narasi yang berbau rasis, intoleran dan lain sebagainya. Padahal belum tentu Arya Wedakarna mendapat simpati dari masyarakat Bali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement