REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Israel memang bukan ‘negara’ biasa. Dia merupakan sebuah pertanda, terutama bagi penganut Islam, Kristen, dan Yahudi.
Seperti ditulis pakar eskatologi Islam, Imran Hosein, dalam bukunya, Jerusalem in the Qur’an, Yahudi meyakini restorasi Israel —setelah dua ribu tahun Kerajaan Israel dihancurkan— merupakan tanda pertama dari tujuh tanda kehadiran Mahsiah, atau Moshiah, atau Mashiach, atau Moshiach.
Itu adalah bahasa Ibrani dari al-Masih atau Messiah. Tapi, al-Masih yang mereka tunggu bukanlah kedatangan Nabi Isa al-Masih, sebagaimana keyakinan Islam dan Kristen. Mereka menunggu Messiah yang lain.
Meski sedang berlangsung, restorasi Israel tersebut belumlah sempurna. Yang dimaksud restorasi Israel bukanlah sekadar pendirian negara Israel, tapi juga negara dengan luas seperti pada era Nabi Daud, yang merupakan era keemasan Bani Israil.
Bahkan, gerakan Zionis saat ini menambahkannya dengan gagasan Israel Raya (Eretz Yisrael), yang membentang dari Delta Nil (yang kini masih dikuasai Mesir) hingga ke Sungai Eufrat (yang kini masih dikuasai oleh Irak), seperti yang tertulis di Kitab Genesis, bahkan lebih luas lagi.
Tanda kedua, dari kehadiran Messiah versi Yahudi, ini, adalah kembalinya orang-orang Yahudi yang semula terpencar (diaspora) ke Tanah Suci (Yerusalem). Tanda kedua ini telah lama berlangsung, dan masih berlangsung sampai saat ini.
Terus mengalirnya orang-orang Yahudi dari berbagai penjuru dunia ke Israel, membutuhkan tempat tinggal. Dan, persoalan inilah yang sampai saat ini terus menerus memicu persoalan, karena Israel terus membangun permukiman baru, dan mengusir orang Arab.
Tanda ketiga, adalah pembebasan Tanah Suci (Yerusalem) dari tangan goyim (sebutan untuk semua orang non-Yahudi). Tanda ketiga ini pun sudah terjadi, tapi juga belum sepenuhnya sempurna.
Pada 1948, saat Israel diproklamasikan, mereka telah menguasai Yerusalem Barat. Setahun kemudian, Israel menobatkan Yerusalem sebagai ibu kota. Bahkan, saat itu, parlemen Israel (Knesset) yang semula di Tel Aviv, telah diboyong ke sana.
Namun, saat itu, Yerusalem Timur —yang merupakan lokasi Kota Tua Yerusalem, dan merupakan tempat berdirinya situs penting tiga agama, termasuk Masjid al-Aqsa— masih dikuasai bangsa Arab (Yordania). Yerusalem Timur dicaplok Israel, setelah Perang Enam Hari pada 1967.
Meski Israel secara sempurna telah menguasai Yerusalem, dan mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota abadi Israel, namun sampai saat ini prosesnya masih tarik-ulur.
Pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel itu kerap muncul dalam kampanye presiden Amerika Serikat maupun ucapan para pemimpin negara Barat, namun sebagian besar negara di dunia belum mengakuinya.
Saat ini, hanya ada dua kedutaan besar yang berada di Yerusalem, yaitu El Salvador dan Kostarika. Sementara, negara-negara lain, belum ada yang berani memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem.
Status Yerusalem ini, berulangkali menggagalkan proses perdamaian, seperti Pertemuan Camp David pada 2000. Solusi dua negara (two state solutions) yang menjadi ‘jalan tengah’ yang di-endorse para pemimpin Barat, seperti Barack Obama, juga terbentur masalah Yerusalem.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, ke Israel dan Palestina, pada 3-5 Januari 2014 lalu, menjadikan Yerusalem juga menjadi satu dari lima isu. Tapi, tetap buntu. Palestina menghendaki Yerusalem Timur kembali ke pangkuannya, seperti sebelum Perang 1967, dan Palestina pun menghendaki Yerusalem menjadi ibu kotanya.
Tapi, Israel menolak, dan menyatakan bahwa konstitusi 1980 negara itu telah menyatakan “Yerusalem, utuh dan menyatu, adalah ibu kota Israel.”
Baca juga: Mengapa Malaikat Jibril Disebut Ruh Kudus dalam Alquran?
Tanda keempat, adalah kembali dibangunnya Kuil Sulaiman (Haykal Sulaiman atau Masjid Sulaiman). Tanda ini pun belum terpenuhi. Kendati Kota Tua Yerusalem telah berada di bawah pendudukan Israel, namun Masjid al-Aqsa dan Masjid Kubah Batu (the Dome of Rock) masih berdiri.
Kompleks Haram al-Sharif ini, berdiri di atas reruntuhan Haikal Sulaiman yang dihancurkan Romawi. Kompleks ini, sampai saat ini masih dikelola Yayasan Wakaf di bawah pemerintahan Palestina dan Yordania.
Tapi, skenario penghancuran Masjid al-Aqsa itu, hanyalah menunggu waktu. Di atas kompleks itulah di rencanakan akan dibangun Kuil Sulaiman. Ini merupakan kuil ketiga. Kuil pertama dibangun Nabi Sulaiman, sebelum akhirnya dihancurkan Nebukadnezar.
Kuil kedua dibangun Cyrus Agung, dan kemudian dihancurkan Romawi. Sedangkan kuil ketiga, menurut keyakinan Yahudi, akan dibangun di masa mendatang, yang menjadi pertanda era messiah (the messianic age).
Tanda kelima, Israel suatu saat...