Sabtu 11 Nov 2023 18:15 WIB

Baznas Batam dan Balada Perahu Pongpong, Kisah Perjuangan Amil dari Pulau Penawar Rindu

Habib Soleh, perwakilan Baznas Batam harus gunakan Perahu Pongpong ke Kota Batam

Wakil Ketua II Baznas Batam 2020-2025, lebih dari dua-tiga kali per hari, ia harus mengarungi bahtera untuk pergi-pulang (PP) ke kota untuk berkantor di Badan Amil Zakat Nasional.
Foto: dok Baznas
Wakil Ketua II Baznas Batam 2020-2025, lebih dari dua-tiga kali per hari, ia harus mengarungi bahtera untuk pergi-pulang (PP) ke kota untuk berkantor di Badan Amil Zakat Nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yudhiarma MK/Kabag Humas Baznas RI

Laut, matahari, angin dan gelombang, tak pernah jadi penghalang. Bagi Habib Soleh, semua itu adalah sahabat dalam melayani umat. 

Sejak mendapat amanah sebagai Wakil Ketua II Baznas Batam 2020-2025, lebih dari dua-tiga kali per hari, ia harus mengarungi bahtera untuk pergi-pulang (PP) ke kota untuk berkantor di Badan Amil Zakat Nasional.

Sebagai pimpinan bidang pendistribusian dan pendayagunaan, mantan guru MA dan SMA ini, saban hari berlayar dengan perahu pongpong dari rumahnya di Kecamatan Belakang Padang ke Pelabuhan Sekupang, dengan waktu tempuh kurang lebih dari satu jam. Dilanjutkan 45 menit perjalanan darat. Berangkat dari kediaman pukul 06.30, ia biasa tiba di Baznas pada 08.00 WIB.

Dengan perahu penumpang bermesin mini itu, ia juga sering berkeliling pulau untuk melayani para mustahik dan muzaki. Kapal kayu beratap terpal, yang terkadang seperti hendak tenggelam saat air pasang ditingkahi kecipak samudera yang menari-nari.

Habib yang menyelesaikan SD-SMP-SMA di Pringsewu, Provinsi Lampung, berlangganan transportasi laut. Sebulan ia biasa mengeluarkan Rp 500 ribu untuk biaya perjalanan dari rumah ke kantor, dari Senin sampai Jumat.

Ditambah lagi, untuk kegiatan Sabtu-Ahad, ia harus  merogoh kocek Rp20 ribu sekali jalan atau Rp 40 ribu untuk PP.

Jadwal operasi armada pongpong, mulai pukul 06.00-16.30 WIB. Perahu tradisional ini akan berangkat jika jumlah penumpang sudah memenuhi kuota, 10-15 orang. 

Jika lewat jam 17.00, saat pelanggan sepi, Habib harus membayar Rp 150 ribu untuk sewa kapal. Ia kerap melakukan ini, jika ada tugas dan kegiatan yang berlangsung hingga malam.

Alumni S1 perguruan tinggi Islam swasta di Jakarta, hijrah ke Kepulauan Riau pada 2007. Setelah menikah pada 2008, ia memiliki dua anak dan satu sedang dalam kandungan. 

Habib yang menuntaskan S2 di kampus swasta di Jawa Timur, mundur sebagai guru tidak tetap Provinsi Kepri, saat ia dilantik menjadi salah satu pimpinan Baznas. Kini ia sedang menanti kehadiran si buah hati: anak ketiga. 

Karena tuntutan kewajiban sebagai bagian dari keluarga amilin dan amilat Bznas, ia tetap menjalankan tugas dengan sepenuh hati, meninggalkan istri di seberang nusa yang tak jauh dari tapal batas Singapura.

Dari dermaga bersahaja di kampung kecil di Selat Malaka ini, negeri jiran memang tampak gagah bak istana kota berpenduduk para ratu dan raja. Seperti kapal megah yang bertengger di puncak hotel ikonik Marina Bay Sands.

Laut, matahari, angin dan gelombang, tak pernah jadi penghalang. Bagi Habib, semua itu adalah sahabat dalam melayani umat. 

Seolah-olah setiap berlayar dengan perahu pongpong, ia sedang menembangkan balada tentang pengabdian seorang amil dari Pulau Penawar Rindu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement