Jumat 29 Sep 2023 16:32 WIB

G30S PKI, Pesantren dan Kiai Jadi Sasaran Pembantaian PKI

Kiai yang mengajarkan agama dan cinta Tanah Air dianggap menghambat agenda PKI.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Pondok Pesantren
Foto:

Hal itu membuat pesantren semakin sepi dan keluarga pesantren tidak mendapat penjagaan yang ketat dari para santri. Penjagaan hanya dilakukan oleh keluarga kiai dan tetangga terdekat sehingga posisi para kiai sangat terancam.

Cerita lainnya, yakni KH Sulaiman Zada karena santrinya sudah lama mengungsi, maka dengan mudah ditangkap gerombolan PKI. Karena tidak melakukan perlawanan maka pesantren dibiarkan berdiri, walaupun santrinya sudah lama meliburkan diri sejak Madiun dilanda pemberontakan. 

Namun, nasib sang kiai dengan keluarganya tidak bisa terselamatkan di bawah pembantaian kelompok komunis yang sengaja ingin membumihanguskan pesantren sebagai basis gerakan Islam yang menghalangi ekspansi PKI. Baru beberapa tahun kemudian jenazahnya ditemukan.

Perburuan terhadap para ulama pimpinan pesantren terus dilakukan. Sehingga seorang kiai yang pesantrennya berada jauh di luar Magetan juga menjadi sasaran. KH Imam Shafwan Pemimpin Pesantren Kebonsari bersama kedua orang anaknya, yaitu K Zubair dan K Abu Bawani yang sedang memimpin pengajian juga dibantai oleh FDR-PKI. 

Pada umumnya para kiai telah mempersiapkan diri dengan ilmu kanuragan untuk membentengi diri dari serangan penjahat terutama gerombolan PKI, hal itu dialami oleh Kiai Imam Shofwan saat dianiaya PKI. Walaupun kedua anaknya telah mati, tetapi sang kiai masih bertahan walaupun menghadapi berbagai siksaan.

Karena PKI sudah jengkel dan tidak sabar lagi, maka kiai tersebut dimasukkan hidup-hidup ke dalam sumur. Dalam kondisi terjepit itulah KH Imam Shafwan mengumandangkan adzan yang disaksikan oleh beberapa santrinya. Tetapi, kemudian ia dikubur dalam keadaan masih hidup oleh pasukan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo)-PKI.

 

Dilansir dari buku Benturan NU dan PKI 1948-1965 yang disusun Tim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Tahun 2013. Buku ini ditulis Abdul Mun’im DZ dengan peneliti utama Agus Sunyoto dan Al Sastrwo Ng.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement