Rabu 23 Aug 2023 07:41 WIB

Mau Tahu Tiga Besar Negara Penghasil Konten Islamofobia? Ini Penjelasannya

Banyak negara abaikan PBB untuk hentikan islamofobia.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi gerakan melawan islamofobia.
Foto:

Di sisi lain, serangan Masjid Christchurch 2019 disebut menggambarkan lingkaran setan ini. Pelaku pria bersenjata itu diradikalisasi oleh konten online anti-Muslim, yang mana dalam seminggu setelah dia membunuh 52 jamaah Muslim. 

Akibatnya, insiden pelecehan anti-Muslim melonjak hingga 1.300 persen di Selandia Baru dan 600 persen di Inggris. Hal ini juga memicu atau menginspirasi gelombang kekerasan anti-Muslim di Inggris dan Skotlandia, termasuk serangan terhadap masjid di Stanwel, dan penikaman seorang remaja Muslim di Surrei.

Sebuah laporan juga mendokumentasikan lebih dari 800 serangan terhadap masjid oleh ekstremis sayap kanan di Jerman sejak 2014. Terjadi  pula serangan yang dilakukan oleh migran Hindu sayap kanan India terhadap komunitas Muslim di Anaheim, AS, dan Leicester, Inggris.

Serangan-serangan ini tidak hanya menimbulkan dampak psikologis yang besar terhadap umat Islam, tetapi juga masyarakat luas. Peneliti menilai sangat tidak masuk akal //X// hanya melakukan sedikit atau tidak melakukan apa pun, untuk menghapus sebagian besar konten anti-Muslim di platformnya.

Sebuah studi tahun 2020 berjudul “From Hashtag to Hate: Twitter and anti-Minority Sentiment” sama-sama mengutuk raksasa media sosial tersebut. Mereka menemukan korelasi langsung antara kebencian anti-Muslim di X dan kekerasan terhadap Muslim di depan umum. 

Berfokus pada akun X dengan jumlah pengikut yang tinggi, termasuk AS, penulis studi tersebut menemukan bahwa peningkatan kejahatan rasial anti-Muslim sejak kampanye presiden Donald Trump tahun 2016 telah terkonsentrasi di negara-negara Amerika, dengan tingkat penggunaan yang tinggi.

“Konsisten dengan peran media sosial, kicauan Trump tentang topik terkait Islam sangat berkorelasi dengan kejahatan rasial anti-Muslim setelahnya, tetapi tidak sebelum dimulainya kampanye kepresidenannya dan tidak berkorelasi dengan jenis kejahatan rasial lainnya,” tulis mereka dalam kesimpulannya. 

Meski demikian, tidak satu pun dari informasi ini yang baru atau mengungkapkan ke X. Pada 2020, perusahaan ini mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa mereka telah bekerja sama dengan anggota independen dari Kelompok Kerja Lintas Pemerintah untuk Kebencian Anti-Muslim (AMHWG).

Hal ini disebut sebagai bagian dari komitmen bersama untuk melawan perilaku kebencian secara daring. Mereka juga menyebut ingin mengatasi kebencian anti-Muslim bersama-sama, sambil bekerja sama dengan kelompok lain yang memiliki komitmen yang sama. 

Media sosial X, bersama dengan Google dan Meta, juga telah berjanji untuk menghapus konten anti-Muslim dari platformnya pada 2019, setelah serangan teroris masjid Christchurch. Tapi janji-janji ini gagal, seperti yang disoroti oleh Center for Countering Digital Hate (CCDH).

Ditemukan bahwa perusahaan media sosial, termasuk X, telah gagal menindak 89 persen postingan berisi kebencian anti-Muslim yang dilaporkan kepada mereka.

Sederhananya, jika perusahaan media sosial terus menolak seruan untuk menghilangkan kebencian anti-Muslim dari platformnya, maka anggota kelompok minoritas Muslim akan terus diancam, disakiti, atau dibunuh.  

 

Muslim di seluruh Barat akan mengalami serangan yang sama seperti yang terlihat di masjid-masjid di Selandia Baru, Kanada, Inggris, Jerman dan AS dalam beberapa tahun terakhir. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement