Sabtu 22 Jul 2023 15:46 WIB

Dewan Masjid Gelar Muktamar Setelah Pemilu 2024, Ini Alasannya 

Dewan Masjid Indonesia mengawal pemberdayaan masjid di seluruh Indonesia.

Rep: Muhyiddin/ Red: Erdy Nasrul
Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia Komjen Pol (purn) Syafruddin.
Foto: dok DMI
Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia Komjen Pol (purn) Syafruddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Masjid Indonesia (DMI) memutuskan untuk menggelar Muktamar VIII setelah Pemilu 2025. Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Komjen Pol (Purn) Syafruddin mengatakan, muktamar DMI kali ini digelar setelah Pemilu untuk mencegah adanya kontraksi politik. 

"Hari ini kita membahas beberapa hal, yang paling utama adalah DMI akan melaksanakan Muktamar ke-8 yang insyaAllah kita akan melaksanakan setelah Pemilu. Jadi kalau pemilunya 14 Februari, tidak lama setelah itu," ujar Syafruddin usai rapat pleno di Kantor Pengurus Pusat DMI, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Jumat (21/7/2023).

Baca Juga

Mantan Wakapolri ini menjelaskan, DMI adalah sebuah organisasi besar. Jumlah masjidnya hampir satu juta, sehingga pengurusnya ada sekitar 10 juta orang. "Jadi kalau dihitung satu masjid saja 10 orang, pengurus masjid berarti 10 juta orang. Jadi terlalu banyak pengurus masjid itu, sehingga kita khawatir DMI terkontraksi dalam kontestasi politik," ucap Syafruddin.

"Jadi kita undur ke bulan sesaat setelah Pemilu, supaya soft mukatamarnya, tidak ada riak-riak, tidak terkontraksi oleh konstelasi politik," kata dia. 

Dengan diundurnya Muktamar DMI ini, menurut dia, pengurus DKU juga tidak akan genit di tahun politik. Dia pun mengimbau kepada semua pengurus FMU untuk netral dalam menghadapi Pemilu 2024.

"Jadi kita harus hati-hati, pengurus DMI sekaligus saya imbau supaya netral, memberikan pelayanan yang baik kepada seluruh masyarakat," jelas Syafruddin.

Selain itu, dia juga memgimbau kepada para tokoh politik di tanah air untuk tidak menjadikan masjid sebagai tempat untuk berkampanye. "Tolong juga para tokoh-tokoh politik yang sedang berkontestasi, jangan gunakan masjid untuk kampanye-kampanye, mempengaruhi masyarakat dan sebagainya," ujar Syafruddin. 

Kendati demikian, tambah dia, bukan berarti tokoh politik tidak bisa melaksanakan ibadah di masjid. Menurut dia, yang tidak boleh itu hanya lah memgampanyekan kepentingannya. 

"Jadi yang pentung jangan dipakai kampanye, mempengaruhi orang, menggiring orang untuk memilih dia, memilih kelompoknya atau partainya.  nah itu maksudnya," ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement