REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Adian Husaini bersama sang anak Fatih Madini, meluncurkan e-book gratis berjudul Dakwah Cerdas dan Bijak Meneladani Mohammad Natsir.
Buku tersebut ditulis dalam rangka memperingati 115 tahun hari kelahiran Mohammad Natsir, seorang pahlawan yang berasal Alahan Panjang, Sumatra Barat. Beliau lahir tepat pada 17 Juli 1908.
Pada tahun 1908 itu juga lahir ulama besar Buya Hamka, yang juga sahabat dekat dan teman perjuangan Natsir. Fatih Madini (20 tahun) adalah putra kelima Dr Adian Husaini yang sedang kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah (STID) Mohammad Natsir.
Makalah Fatih Madini yang berjudul “Membangun Generasi Muda Cinta Ilmu Cinta Dakwah” telah ia presentasikan dalam acara Seminar Dakwah di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, 15 Juli 2023.
Menurut Adian, Natsir meninggalkan tiga aset yang sangat berharga untuk para pelanjut perjuangan dakwah di Indonesia. Tiga aset yang berharga diantaranya, aset khazanah pemikiran, aset keteladanan hidup dan perjuangan dan aset materi-materi pendukung dakwah, seperti gedung dan tanah-tanah wakaf.
Dalam melaksanakan dakwah, Natsir sangat menekankan dua aspek, ilmu dan hikmah. Bahkan, makna hikmah, telah diuraikan cukup luas dalam buku Fiqhud Da’wah.
Dengan ilmu dan hikmah, maka dakwah akan dapat dilakukan dengan cerdas dan bijak. Karena itulah Natsir menjelaskan dan juga mencontohkan, bagaimana cara-cara berdakwah dengan cerdas dan bijak.
Mohammad Natsir adalah Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia pertama. Setelah ia wafat tahun 1993, kepemimpinan DDII dilanjutkan dengan singkat oleh Prof HM Rasjidi, menteri agama RI pertama yang memimpin Kementerian Agama.
Berturut-turut setelah itu, Ketua DDII dijabat oleh Dr Anwar Harjono, KH Afandi Ridwan, HM Cholil Badawi, H Hussein Umar, KH Syuhada Bachri, H Mohammad Siddiq, dan Dr Adian Husaini.
Natsir pernah mengamanahkan bahwa dakwah adalah kewajiban setiap muslim.
”Kita semua menyadari bahwa dakwah Islam adalah tugas suci atas tiap-tiap Muslim di mana saja ia berada. Baik dalam al-Quran maupun Sunnah Rasulullah SAW, kewajiban dakwah menyerukan, dan menyampaikan agama Islam kepada masyarakat, telah jelas diuraikan sebagai kewajiban seorang Muslim untuk selama-lamanya," Dikutip Dr Tohir Luth dalam bukunya, dari artikel Zaini Ujang berjudul “Pak Natsir Ibarat Mutiara Alam Melayu” di Harian Utusan Malaysia, 9 Februari 1993.
Bukan hanya sebagai dai teladan, Natsir merupakan negarawan teladan. Meskipun hubungannya dengan pemerintah Orde Baru sempat tidak harmonis, tetapi Natsir tetap membantu pembangunan masyarakat dan negara Indonesia. Mulusnya bantuan Jepang kepada Indonesia tidak terlepas dari peran Natsir.
Ini diakui sendiri oleh mantan PM Jepang Takeo Fukuda. Dalam surat bela sungkawanya untuk Mohammad Natsir tahun 1993, Fukuda menulis, "Saya banyak belajar dari beliau (Natsir), ketika beliau berkunjung ke Jepang–di saat saya menjabat menteri keuangan. Beliau yang meyakinkan kami tentang perjuangan masa depan Pemerintahan Orde Baru Indonesia yang bersih dan sejahtera dengan cita-cita beliau menciptakan dunia Islam yang stabil, adil, dan sejahtera dengan kerja sama Jepang.”
Bahkan, Fukuda menyebut berita wafatnya Natsir terasa lebih dahsyat dari bom atom Hiroshima.
“Dengan sedih kami menerima berita kehilangan besar dengan meninggal dunianya Dr Mohammad Natsir. Ketika menerima berita duka tersebut terasa lebih dahsyat dari jatuhnya bom atom di Hiroshima, karena kita kehilangan pemimpin dunia, dan pemimpin besar dunia Islam. Peranan beliau masih sangat diperlukan dalam mengkoordinasikan dunia yang stabil,” begitu tulis Fukuda dalam suratnya kepada keluarga Mohammad Natsir.
Kini, sebagai pelanjut perjuangannya, kita mendoakan, semoga beliau diberikan tempat yang mulia di sisi-Nya.