REPUBLIKA.CO.ID, WINA – Asosiasi Muslim di Austria mengkritik penelitian yang dilakukan di antara mahasiswa Muslim oleh Universitas Wina atas dugaan rasisme. Studi tersebut, berjudul "Efek Pendidikan Agama Islam di Austria."
Dilansir dari Daily Sabah, Senin (15/5/2023), survei dilakukan terhadap 2.000 siswa Muslim. Tetapi menurut Pemuda Muslim Austria (MJO) sangat kritis terhadap menduga bahwa penelitian tersebut mempunyai struktur tendensius yang tampaknya memiliki hasil pra-fabrikasi.
"Orang-orang muda yang terlibat (survei) melaporkan perasaan gelisah mereka tentang fakta bahwa hanya siswa Muslim yang harus mengambil bagian dalam survei," sebuah pernyataan dari MJO mengatakan kepada kantor berita Austria APA.
MJO mengatakan bahwa orang-orang muda dikeluarkan dari kelas reguler dan menjadi sasaran pengawasan eksternal, termasuk harus menjawab pertanyaan seperti
"Sangat menjijikkan ketika homoseksual berciuman," dan untuk memutuskan siapa yang akan masuk neraka.
"Pemandangan orang cacat mengganggu saya" adalah pernyataan lain yang harus dievaluasi. Yang lainnya adalah "ketika wanita memakai rok mini atau memperlihatkan pakaian di depan umum, mereka menandakan kemauan seksual."
Studi ini dipimpin oleh profesor pendidikan agama Islam Austria-Turki Ednan Aslan. Profesor itu telah dikritik tajam karena apa yang disebut "peta Islam" dan studi taman kanak-kanak yang kontroversial di Austria.
MJO, bersama dengan Inisiatif LSM Austria Pendidikan Bebas Diskriminasi (IDB), dan ZARA (Keberanian Sipil dan Pekerjaan Melawan Rasisme) menuntut penghentian studi segera.
Selain itu, organisasi mencari klarifikasi dari rektor Universitas Wina, Sebastian Schutze, dan Menteri Pendidikan Austria, Martin Polaschek.
Pertumbuhan Islam
Meski minoritas, Islam diakui secara konstitusional sebagai agama di Austria sejak 1912.Meski penganut Katolik Roma merupakan mayoritas, namun negara berdiri dan berlandaskan paham sekularisme. Secara umum, Pemerintah Austria memberikan kebebasan beragama bagi semua masyarakat.
Pertumbuhan Muslim di Austria juga mengalami peningkatan yang signifikan. Anna Strobel dalam Unique Legal Status: Muslims in Austria (Freiburg 2006), menjelaskan pada 1971, jumlah Muslim di Austria hanya 0,3 persen dari total populasi.
Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh
Pada 1991, jumlah tersebut meningkat menjadi dua persen dari total populasi Austria. Pada sepuluh tahun berikutnya, jumlah Muslim kembali mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi karena adanya imigran yang berasal dari Turki.
Sebagian besar, Muslim di Austria memiliki kewarganegaraan Austria. Jumlah naturalisasi telah meningkat secara signifikan, terutama dari Turki dan Bosnia.
Pada 1991, terdapat 11 ribu jumlah naturalisasi. Sekitar 1.800 berasal dari Turki. Pada 2000, terdapat 24 ribu Muslim baru yang berkewarganegaraan Austria. Sebanyak 6.000 sebelumnya berkewarganegaraan Turki.
Dalam hal etnis, kelompok terbesar adalah keturunan Turki diikuti Bosnia. Selama dekade terakhir, orang-orang Arab juga menjadi bagian yang cukup besar dari populasi Muslim di Austria, terutama dari Mesir.
Dalam sejarah modern, migrasi ke Austria, terutama pendatang dari Turki dan negara-negara Eropa Timur, meningkat setelah Konferensi Berlin 1878, dan asimilasi ke dalam Kekaisaran Austria-Hongaria.
Pada 2001, terungkap jumlah Muslim di Austria sebanyak 4, 22 persen dari total populasi atau sekitar 338 ribu jiwa.
Sumber: dailysabah