Kamis 26 Jan 2023 16:20 WIB

Marginalisasi Umat Islam Dalih Islam Politik: Pelajaran dari Austria, Jerman, dan Prancis

Marginalisasi umat Islam tengah terjadi di sebagian negara Eropa

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Unjuk rasa aksi Islamofobia di Prancis (ilustrasi). Marginalisasi umat Islam tengah terjadi di sebagian negara Eropa termasuk di Austria, Jerman, dan Prancis.
Foto: Trt.world
Unjuk rasa aksi Islamofobia di Prancis (ilustrasi). Marginalisasi umat Islam tengah terjadi di sebagian negara Eropa termasuk di Austria, Jerman, dan Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID,  ISTANBUL — Upaya 'memerangi' Muslim di Austria, Jerman, dan Prancis terus digaungkan pemerintah mereka dengan meluncurkan wacana Islam politik. 

Wacana Islam politik menjadi senjata pemerintah Eropa dalam beberapa tahun terakhir, untuk meminggirkan umat muslim dari hak-hak mereka. 

Baca Juga

Misalnya saja di Austria yang membatasi hak-hak muslim dengan dalih Islam politik lalu di Jerman dengan Islamisme legalistik, dan di Prancis dengan wacana ‘separatisme Islam’. 

Farid Hafez, seorang ilmuwan politik yang saat ini berada di Universitas Georgetown di Amerika Serikat, mengatakan kepada Anadolu tentang bagaimana Muslim terpinggirkan dan dikriminalisasi dengan bahasa baru itu yang sering digunakan di Austria, Jerman, dan Prancis. 

Menurut Hafez, konsep menentang Islam politik pada prinsipnya didasarkan pada disintegrasi masyarakat sipil Muslim yang terorganisir secara independen yang tidak bergantung pada negara. 

“Gagasan tentang Islamisme politik. Islamisme legalistik, dan separatisme Islam, semuanya merupakan variasi dari ‘konsep yang sama,” kata Hafez dilansir dari Anadolu Agency, Kamis (26/1/2023). 

Menurut Hafez, wacana-wacana baru itu dimaksudkan untuk menghindari tuduhan melanggar kebebasan beragama, oleh pihak berwenang di tiga negara Eropa tersebut. Alih-alih mengebut melawan Muslim, mereka memilih melawan Islam politik. 

Dengan cara ini, mereka dapat melakukan hal-hal seperti memperkenalkan undang-undang yang diskriminatif dan menindak bagian tertentu dari komunitas Muslim, sambil mengatakan bahwa mereka tidak menyerang Islam dan hanya ingin melawan yang buruk (Muslim) dan tetap berusaha untuk melindungi sebagian besar umat Islam lainnya. 

Hafez mengatakan, perubahan paradigma di Austria yang membingkai Islam sebagai ancaman dimulai pada 2011, ketika Sebastian Kurz menjadi Sekretaris Integrasi pertama negara itu di Kementerian Dalam Negeri, dengan kebijakan yang kemudian diterapkan Kurz sebagai kanselir pada 2017-2021 didasarkan pada politik wacana Islam. 

"Terminologi ini digunakan dengan cara yang sangat tidak bertanggung jawab dan merupakan sarana untuk menghindari potensi serangan yang melanggar kebebasan beragama," katanya, merujuk pada cara seperti pelarangan jilbab bagi wanita Muslim dan penutupan masjid yang menurut pejabat diklaim sebagai "simbol politik Islam." 

Baca juga: Putuskan Bersyahadat, Mualaf JJC Skillz Artis Inggris: Islam Memberi Saya Kedamaian

Hafez menunjuk ke Operasi Luxor di Austria, di mana polisi menggerebek 35 rumah pada 2020 dan lebih dari 105 orang menjadi tersangka terorisme. 

"Operasi polisi ini diduga mengejar teroris, dan itu seperti dasar hukum untuk operasi semacam itu,” ungkap dia. 

"Orang-orang yang terkena operasi itu sebagian besar adalah orang-orang dari masyarakat sipil Muslim atau suara-suara kritis, seperti saya, yang kritis terhadap politik terkait Islam dari pemerintah Austria," jelasnya. 

Kemudian pihak berwenang membekukan aset dan rekening bank dari operasi tersebut. Mereka yang terkena dampak, yang menjadi "subjek terpinggirkan dalam lanskap Austria". Beberapa, termasuk Hafez, meninggalkan negara itu.  

“Saya pergi ke Amerika Serikat dan ada orang lain yang juga meninggalkan negara itu karena bisnis mereka dan semuanya hancur dan mereka tidak memiliki kemampuan lagi untuk melanjutkan kehidupan normal mereka,” kata dia. 

"Jadi, itu tidak mungkin. Dan Anda tahu, Anda bisa menebak bahwa ini juga salah satu tujuan pemerintah untuk mengusir orang-orang itu ke luar negeri. Dan, mereka pasti berhasil dalam hal itu," tambahnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement