Jumat 14 Apr 2023 15:37 WIB

Bahtsul Masail NU Tanggapi Kebijakan Sarinah Soal Jilbab

Dia menekankan, kebijakan yang kontraproduktif tentu harus diakhiri.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Pengunjung bersantai di kawasan Sarinah, Jakarta, Jumat (6/5/2022). Bahtsul Masail NU Tanggapi Kebijakan Sarinah Soal Jilbab
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Pengunjung bersantai di kawasan Sarinah, Jakarta, Jumat (6/5/2022). Bahtsul Masail NU Tanggapi Kebijakan Sarinah Soal Jilbab

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Mahbub Maafi menyampaikan tanggapan soal kabar dilarangnya karyawan PT Sarinah menggunakan jilbab dalam bekerja.

Menurut Kiai Mahbub, jika memang itu benar, maka hal tersebut merupakan kebijakan yang kontraproduktif. "Dalam perspektif Islam, sudah jelas mengenai hukum menutup aurat, bahwa menutup aurat itu wajib," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (14/4/2023).

Baca Juga

Bila kebijakan di PT Sarinah tersebut benar demikian, patut dipertanyakan mengapa sampai membuat kebijakan yang kontraproduktif. Dia menekankan, kebijakan yang kontraproduktif tentu harus diakhiri.

"Ngapain bikin kebijakan seperti itu. Bahkan itu bisa menimbulkan masalah besar nanti itu kalau dibiarkan. Maka saran saya sudahlah, tidak usah bikin kebijakan-kebijakan yang aneh-aneh," ujarnya.

Kebijakan larangan tersebut, jika benar adanya, menunjukkan ketidakpekaannya terhadap kondisi bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam. "Sehingga pada akhirnya kebijakan itu menjadi kontraproduktif. Nggak ada manfaatnya bagi Sarinah bikin kebijakan seperti itu," kata dia.

Kebijakan seperti itu juga bisa menimbulkan perdebatan yang tak penting. Selain itu, kebijakan tersebut juga dapat menimbulkan fitnah yang menyebabkan terjadinya kegaduhan sosial.

"Kebijakan ini berpotensi menimbulkan fitnah. Fitnah dalam pengertian menjerumuskan orang ke dalam kegaduhan sosial yang tidak perlu dan memunculkan perdebatan-perdebatan yang tidak memiliki manfaat secara agama," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement