REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menggelar Muktamar Internasional Fikih Peradaban (Fiqih al-Hadharoh) di Hotel Shangri-La Surabaya, Senin (6/2/2023). Rangkaian acara Satu Abad NU ini diharapkan menjadi triger bagi ulama-ulama dunia untuk membuat forum yang sama.
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya berharap, muktamar internasional ini dapat menggelorakan proses keilmuan yang valid di kalangan para ulama fikih internasional.
"Besok ini Mukatamarnya ini hanya diselenggarakan sehari saja, karena memang kita maksudkan sebagai triger, pemicu, awalan. Kita tahu masalah peradana tdak akan selssai dalam sehari saja, tapi pembicaraan harus dimulai dan kami picu," ujar Gus Yahya saat konferensi pers di Hotel Shangri-La Surabaya, Ahad (5/2/2023).
Menurut dia, tujuan dari Muktamar Fikih Peradaban ini untuk menginisiasi suatu diskurusus atau wacana tentang peradaban seperti apa yang diinginkan umat manusia di masa depan, serta bagaimana sumbangsih Islam untuk peradaban tersebut.
"Serta bagaimana terbetuknya pondasi keagamaan, landasan syariat daripada Islam tentang amsa depan peradaban itu, serta agenda-agenda yang nanti akan diluncurkan di dalam rangka memperjuangkan masa depan Islam," ucapnya.
Selama ini, menurut Gus Yahya, para ulama sudah memiliki wacana yang cukup besar tentang toleransi, tentang moderasi beragama dan lain sebagainya. Namun, kata dia, sebetulnya ada kekosongan besar di dalam kaitannya dengan masalah-masalah global, yaitu wawasan syariat yang valid terkait dengan kontruksi peradaban.
"Nah dengan muktamar inilah kita hendak memulai suatu perbincangan, suatu wacana yang serius di kalangan ulama ahli fikih tentang bagaimana sebetulnya wawasan tentang masa depan peradaban itu dikaitkan dengan nilai-nilai syariat yang valid," kata Gus Yahya.
"Ini bukan agenda yang kecil, ini agenda raksasa, dan tentu harus melewati pergulatan yang tidak ringan nantinya. Tetapi kita harus memulai dan NU memberanikan diri untuk memulai," imbuhnya.
Dalam forum internasional ini, para mufti dan ahli hukum Islam akan mengulas berbagai persoalan kontemporer dari susut pandang Islam, mulai dari format negara-bangsa, relasi dengan non-muslim, hingga tata politik global. Salah satu pembahasan pentingnya adalah tentang posisi Piagam PBB di mata syariat Islam.
"Yang sudah di sini ada sekitar 60-an ulama dari 79 yang mengkonfirmasi, karena mungkin masih ada yang datang sore atau malam, itu dari sekitar 40 negara, ditambah juga beberapa pengamat," jelas Gus Yahya.
Sementara itu, Tim Pengelola Materi Muktamar Internasional Fikih Peradaban I, Najib Azca mengatakan, NU merupakan salah satu organisasi keagamaan di Indonesia yang selama ini memiliki tradisi keagamaan fikih yang kuat, seperti di dalam Lembaga Bahtsul Masail (LBM). Sebelum Muktamar Internasional ini, menurut Najib, PBNU juga sudah menggelar rangkaian Halaqah Fikih Peradaban di 260 tempat di berbagai daerah sejak Agustus 2022 lalu.
"Hingga sekarang ini sudah mulai melakukan forum-forum halaqah fikih peradaban di tingkat lokal. Jadi memang muktamar internasional ini adalah puncak kulminasi," kata Najib.