REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Majelis Masyayikh KH Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin) berharap Majelis Masyayikh mampu melakukan percepatan-percepatan pada pesantren terutama pesantren mu’adalah, ma’had aly, pendidikan diniyah formal, dan pesantren yang hanya mengkaji kitab kuning.
Hal itu disampaikan dalam sambutan di acara Sosialisasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Majelis Masyayikh di Pesantren Asshiddiqiyah Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pekan lalu.
Gus Rozin melanjutkan, Majelis Masyayikh memiliki sejumlah tugas untuk memajukan pesantren seperti memberikan fasilitas, mendorong pesantren untuk dapat mengelola kurikulumnya secara mandiri dan sebaik-baiknya, dan memberikan rekognisi atas lulusan-lulusan yang dikeluarkan oleh pesantren.
“Agar lulusan tersebut bisa diakui oleh semua lembaga pendidikan, diakui oleh lembaga-lembaga negara, dan diakui oleh semua elemen bangsa ini,” kata Gus Rozin dalam siaran persnya, Ahad (18/12/2022).
“Majelis Masyayikh ini juga melayani dialog dan konsultasi dengan pesantren yang membutuhkan konsultan. Ini penting demi mempertahankan karakter pesantren,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, salah satu anggota Majelis Masyayikh Nyai Hj Badriyah Fayumi juga menyampaikan, hadirnya Undang-Undang Pesantren merupakan keniscayaan sejarah karena pesantren sudah banyak berkontribusi untuk bangsa dari dulu.
“Hari ini kita memiliki Undang-Undang Pesantren. Mari kita syukuri bersama, yang prosesnya diawali sejak era reformasi. Itu adalah proses panjang kaum santri,” ucap Nyai Badriyah.
Nyai Badriyah juga mengatakan, hadirnya undang-undang ini bukan untuk intervensi apalagi kooptasi pesantren. Sebab, semua punya akses yang sama.
“Sebab itu, di antaranya ada Majelis Masyayikh yang posisinya sebagai representasi para dewan masyayikh yang ada di pesantren-presantren,” tambahnya.
Hadir sebagai pembicara dalam acara itu, KH Abdul Ghaffar Rozin, Nyai Hj Badriyah Fayumi, KH Jam’an Nurchotib Mansur (Ust. Yusuf Mansur), dan Pengasuh Pesantren Asshiddiqiyah Jakart KH Ahmad Mahrus Iskandar. Sementara peserta acara merupakan utusan dari pesantren se-DKI Jakarta.
Diketahui, Majelis Masyayikh merupakan lembaga mandiri dan independen yang keanggotaannya berasal dari Dewan Masyayikh. Mekanisme pemilihannya dilakukan oleh Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) yang berasal dari unsur pemerintah dan asosiasi Pesantren berskala nasional.
Berdasarkan usulan AHWA, Menteri Agama menetapkan Majelis Masyayikh berjumlah ganjil paling sedikit 9 orang dan paling banyak berjumlah 17 orang dengan merepresentasikan rumpun ilmu agama Islam.
Dalam masa khidmat pertama tahun 2021-2026 pembentukan Majelis Masyayikh, Menteri Agama sebagaimana Keputusan Menteri Agama Nomor 1154 Tahun 2021 tentang Majelis Masyayikh telah menetapkan 9 orang anggota Majelis Masyayikh.
Sembilan anggota itu terdiri dari KH Abdul Ghaffar Rozin, KH Muhyiddin Khatib, Nyai Hj Badriyah Fayumi, KH Abdul Aziz Affandy, KH Faisal Ali, KH Jam’an Nurchotib Mansur (Ust. Yusuf Mansur), KH Abd. A’la Basyir, dan Nyai Hj Amrah Kasim.