REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perhimpunan Pengasuh Pesantren Indonesia (P2I) menggelar Konferensi Pengasuh Pesantren se-Asia Tenggara pada 7-8 November 2022 di Pondok Pesantren Darunnajah, Jakarta.
Konferensi internasional ini menghasilkan lima rekomendasi, yang di antaranya menegaskan bahwa pesantren salaf dan pesantren modern siap untuk berkolaborasi.
“Rekomendasi konferensi internasional se-Asia Tenggara menyatakan bahwa Pesantren salafiyah dan pesantren ashriyyah (modern) adalah satu, tidak ada perbedaan kelas dan siap berkolaborasi,” ujar Presiden P2I, KH Muhammad Tata Taufik, kepada Republika.co.id, Selasa (8/11/2022).
Kedua, lanjut dia, juga direkomendasikan bahwa konferensi ini harus lebih sering dilaksanakan karena berkaitan dengan terjalinnya antara pesantren salafiyah dan ashriyyah serta seluruh pesantren-pesantren yang berada dalam naungan ormas-ormas lainnya.
“Ketiga, bahwa pesantren akan saling membantu melalui pengembangan program ‘Pesantren Helping Pesantren’,” ucap dia.
Keempat, konferensi internasional pengasuh pesantren se-Asia Tenggara juga mendorong terbentuknya perguruan tinggi di pesantren dan program studi Manajemen Pesantren.
“Kelima, berkomitmen untuk mengembangkan SDM Pesantren dan kader-kader pesantren untuk kemajuan bersama dan kejayaan Indonesia,” kata Kiai Tata.
Sementara itu, Pimpinan Pesantren Darunnajah Jakarta, KH Hadiyanto Arief, menjelaskan, para pengasuh pesantren yang berkumpul di konferensi tersebut memang memiliki semangat untuk menghilangkan sekat antarsesama pesantren.
“Semangat utamanya adalah P2I atau konferensi internasional ini sebenarnya adalah gerbong pengasuh pesantren se-Indonesia yang memang telah melepas batas dikotomi. Artinya kita tidak membeda-bedakan antara pesantren modern ataupun salaf,” ujar Kiai Arief saat dihubungi Republika.co.id.
Konferensi internasional ini dihadiri sekitar 280 perwakilan pesantren dari Malaysia hingga Timor Leste. Selain itu, kegiatan ini juga menghadirkan pembicara dari luar negeri, seperti dari Mesir dan Arab Saudi.
“Yang hadir di sini dari pesantren modern banyak. Ada juga yang dari salafiyah. Hampir 40 persen itu dari pesantren salafiyah yang memang berlainan warna tapi kami memang sudah berpikir bersama bagaimana bersinergi dan memikirkan pendidikan dan peran pesantren untuk kedepannya, untuk generasi yang akan datang,” jelas Kiai Arief.