REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk periode mendatang memerlukan darah segar. Demikian disampaikan oleh Prof Din Syamsuddin. Tokoh yang pernah menakhodai Muhammadiyah dua periode itu (2005-2015) mengingatkan, Persyarikatan menghadapi banyak tantangan yang kian berat dan krusial di masa depan, baik dalam skala nasional maupun internasional.
"Sebagai kekuatan masyarakat madani nyata di Indonesia dan elemen dari gerakan Islam global, Muhammadiyah perlu memberi respons yang tepat, cermat, dan strategis, baik untuk masalah di dalam maupun luar negeri atau dunia. Untuk itu, pusat Muhammadiyah meniscayakan kepemimpinan yang responsif, transformatif, dan independen," ujar Din Syamsuddin dalam dialog kebangsaan Musyawarah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), kemarin.
Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu Jakarta ini menambahkan, pimpinan ideal PP Muhamamdiyah tentu harus sejalan dengan jati diri, visi, dan misi Persyarikatan. Misalnya, memahami secara baik dan benar ajaran-ajaran Islam dari Alquran dan Sunnah al-maqbulah. Sebab, Muhammadiyah adalah sebuah gerakan Islam.
Kemudian, perlu juga memahami aliran-aliran pemikiran di kalangan umat sehingga mampu membawa gerakan ini secara baik dan benar. Pimpinan yang ideal pun mesti memahami paham keagamaan atau ideologi Muhammadiyah, bila perlu berkapasitas untuk mengembangkannya.
"Karena Muhammadiyah lebih dari sekadar organisasi, yakni gerakan, maka pimpinan Muhammadiyah perlu memiliki kemampuan menggerakkan, mengembangkan segala sumber daya, ke arah pencapaian tujuan gerakan. Perlu juga membangun relasi dan komunikasi sosial, baik secara nasional maupun internasional," papar guru besar UIN Syarif Hidayatullah itu.
Sudah bagus
Din memandang, PP Muhammadiyah dalam satu periode terakhir sudah bagus dengan kiprah dan performa yang efektif. Hal itu ditandai dengan bertambahnya amal usaha, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Bahkan, gerakan dakwah pencerahan Muhammadiyah kian merambah ke luar negeri. Sebut saja, pendirian cabang-cabang istimewa (PCIM), organisasi saudara (sister education), serta lembaga pendidikan--semisal Universitas Muhammadiyah Malaysia, Muhammadiyah Colege di Australia, dan Sekolah Muhammadiyah untuk Pengungsi Palestina di Lebanon.
Kepemimpinan Muhammadiyah periode 2015-2022 dinakhodai dua intelektual-ulama, yakni Prof Haedar Nashir selaku ketua umum dan Prof Abdul Mu'ti selaku sekretaris umum. Din melihat, keduanya telah mampu menampilkan kepemimpinan yang harmonis, visioner, dan berkemajuan.
"Keduanya masih diperlukan untuk melanjutkan gerak organisasi pada satu periode ke depan, bersama para anggota pimpinan lain," kata Din.
"Tentang siapa yang disepakati sebagai ketua umum (dalam Muktamar ke-48 Muhammadiyah --Red) hanyalah hal siapa yang dimajukan selangkah dan ditinggikan seranting. Namun, agar PP Muhammadiyah lebih dinamis dan progresif, hemat saya, perlu ditambah figur-figur baru, khususnya dari kalangan kader muda Muhammadiyah, baik lelaki maupun perempuan," tambahnya.
Tidak hanya itu, mereka yang nantinya mengisi struktural PP Muhammadiyah pun diharapkan merupakan figur-figur yang mandiri, berintegritas, tegas berpendirian, serta luas dan luwes dalam pergaulan. Sebab, situasi nasional tidak selalu sepi dari tarik-tarikan antara kelompok-kelompok kepentingan, terutama di ranah politik dan rezim penguasa.
Agar legawa
Din mengatakan, barangkali sebagian anggota PP Muhammadiyah yang sudah lama berkhidmat perlu legawa dalam memberikan kesempatan berjuang dan beramal kepada figur-figur baru. Di Muhammadiyah kini, tersedia banyak kader yang dipandang mumpuni, dinamis, dan progresif.
"Di Yogyakarta, ada misalnya Prof Hilman Latif (kini Dirjen Haji dan Umrah Kementerian Agama); Dr Untung Cahyono (dosen UAD yang mantan aktivis Pemuda Muhammadiyah); Dr Suyuti (Sekretaris Majelis Dikti PP Muhammadiyah yang alumnus Australia); Dr Abdul Aziz (aktivis Pemuda Muhammadiyah yang alumnus universitas di Beijing)," ucap Din.
Untuk memperkuat barisan fukaha, ada Prof Syamsul Anwar. Din mengatakan, ketua Majelis Tarjih dan Tajdid tiga periode itu sudah "harus" bersedia dan diyakinkan masuk jajaran PP Muhammadiyah. Kemudian, dari Solo ada Prof Sofyan Anif. Rektor UMS itu dipandang cocok untuk masuk PP, apalagi sang rektor berhasil menyiapkan Muktamar ke-48 sebagai Ketua Panitia.
Dari Jakarta juga banyak nama yang bisa disebut. Misal, Dr Imam Addaraqutni, Dr Ma'mun Murod, Armyn Gultom, dan Izzul Muslimin.
Untuk menambah barisan ulama atau fukaha, maka ketua-ketua pimpinan wilayah Muhammadiyah dapat dipertimbangkan. Mereka yang sangat mumpuni dalam ilmu-ilmu keislaman ini adalah, Dr Saad Ibrahim, KRT Dr Tafsir, Prof Ambo Asse, dan Dr Saidul Amin.
"Dr Adi Hidayat Lc MA, dai terkemuka dengan wawasan ilmu yang sangat luas, yang banyak mendapat dukungan dari daerah-daerah, tentu akan menjadi darah segar mumtaz bagi kemajuan dakwah pencerahan Muhammadiyah," tambah Din.
Muhammadiyah sebagai gerakan yang memuliakan manusia tanpa membedakan jenis kelamin, maka patut kiranya tokoh-tokoh perempuan dipertimbangkan untuk masuk ke dalam jajaran PP Muhammadiyah.
Merespons Amien Rais
Diketahui, mantan ketum PP Muhammadiyah (1995-1998) Prof Amien Rais menyatakan, agar muktamirun jangan memilih orang yang "suka masuk-keluar Istana." Terkait itu, Din Syamsuddin merespons kurang setuju atas pandangan Prof Amien.
"Baik-baik saja jika ada calon ketua umum PP Muhammadiyah masuk-keluar istana, asalkan datang untuk ber-amar ma'ruf dan nahyi munkar. Yaitu, tidak mau taat dan patuh kepada pemimpin zhalim dan ja-ir," kata Din, tokoh yang pernah menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama antar-Agama dan Peradaban (UKP-DKAP).
Pada akhirnya, semua terpulangkan kepada sekira 2.500 orang peserta Muktamar ke-48 pada 18-20 November 2022 nanti di UMS, Solo, Jateng. Harapan Din, mereka memilih dengan hati nurani dan akal pikiran jernih serta mengedepankan kepentingan dan kemajuan organisasi pada masa mendatang.
"Kita berharap dan berdoa, semoga Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan 'Aisyiyah menjadi Muktamar teladan: lancar, elegan, bermutu, dan bermartabat," katanya.