Rabu 19 Oct 2022 20:25 WIB

KUPI Cegah Dampak Ekstrimisme Terhadap Kepemimpinan Perempuan

KUPI memandang peran perempuan sangat penting dalam upaya merawat bangsa.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Ulama perempuan iluatrasi
Foto: Republika/Lilis Handayani
Ulama perempuan iluatrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II akan membahas lima isu utama, salah satunya membahas mengenai pelibatan perempuan dalam merawat bangsa dari ekstrimisme. KUPI memandang peran perempuan sangat penting dalam upaya merawat bangsa dari ekstrimisme yang berdampak terhadap kepemimpinan perempuan.

Ketua Umum Panitia Pelaksana atau Organizing Committee (OC) KUPI II, Nyai Masruchah, mengatakan, isu ekstrimisme dan radikalisme ada dampaknya terhadap peran kepemimpinan perempuan. Sebab isu-isu ekstrimisme itu banyak mendomestikan perempuan.

Baca Juga

"Jadi perspektif (ekstremisme) ini yang kemudian merumahkan perempuan, karena perempuan dianggap tidak boleh keluar rumah," kata Nyai Masruchah kepada Republika di sela-sela Halaqah Nasiona Menjelang KUPI II di Jakarta, Rabu (19/10/2022).

Ia menegaskan, kalau bicara dalam konteks Islam, konstitusi dan kehidupan bernegara, jelas bahwa perempuan dan laki-laki punya hak yang sama. Tapi gara-gara perspektif ekstremisme yang memandang perempuan tidak punya hak yang sama dengan laki-laki, pandangan mereka telah membuat sempit kehidupan perempuan.

 

Ia menyampaikan, maka perempuan di Indonesia harus sama-sama bergerak mengantisipasi dan melawan pandangan yang mengecilkan peran perempuan. Jadi perempuan harus hati-hati dengan pandangan-pandangan konservatif yang ekstrem dan tidak Islam rahmatan lil alamin.

"Tapi bagaimana supaya perempuan bisa menjadi manusia yang seutuhnya, ia punya ruang berekspresi di dalam rumah dan luar rumah, dan di negara karena sebenarnya kepemimpinan perempuan bisa dimiliki tergantung kapasitasnya masing-masing, bisa memimpin dalam ruang domestik, publik maupun negara," ujar Nyai Masruchah.

Nyai Masruchah menambahkan, peran ulama perempuan adalah mensosialisasikan Islam rahmatan lil alamin yang memandang perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama. Untuk mencegah paham ekstremisme yang mengecilkan hak dan peran perempuan.

Untuk itu, ulama perempuan di majelis taklim, pesantren, dan di pusat studi gender dan anak bisa mensosialisasikan Islam rahmatan lil alamin. Ulama perempuan bisa kampanye damai yang menenangkan hati, sesuai dengan prinsip Islam dan konstitusi. Kemudian dilengkapi dengan dalil-dalil dalam agama Islam.

"Ketika saya bicara dengan pimpinan majelis taklim, rata-rata satu ulama perempuan punya pengajian di beberapa tempat, misalnya ulama perempuan di level kabupaten, ia bisa mengurusi jamaah pengajian di desa-desa, satu ulama perempuan bisa mengisi pengajian di 17 desa," jelas Nyai Masruchah.

Menurutnya, ulama perempuan dan negara saling berkolaborasi karena yang dilakukan ulama perempuan sebenarnya adalah kerja-kerja negara. Dalam aturan negara, ada peran serta masyarakat, ulama perempuan adalah masyarakat. Maka ulama perempuan punya peran untuk mencegah paham ekstremisme.

"Mencegah bisa dalam bentuk pendidikan, penyadaran termasuk mencegah kekerasan seksual ulama perempuan banyak melakukan itu dengan dakwah-dakwahnya termasuk mendampingi korban, dan kasus-kasus korban terorisme itu ulama perempuan beberapa menemani korban dalam konteks pemulihan sampai memberi pemahaman agama yang benar sesuai dengan prinsip Islam rahmatan lil alamin," kata Nyai Masruchah.

Untuk diketahui, KUPI II bertema “Menegukan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan” rencananya akan diselenggarakan di Semarang dan Jepara, Jawa Tengah pada 23-26 November 2022.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement