Rabu 19 Oct 2022 02:39 WIB

Taliban Disebut Batasi Pendidikan Perempuan, Mahasiswi Afghanistan Demo

Kepemimpinan Taliban membatasi akses pendidikan perempuan.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Ani Nursalikah
Mahasiswa Afghanistan menghadiri kelas di Universitas Mirwais Neeka di Kandahar, Afghanistan, 20 September 2021. Taliban secara resmi mengumumkan pada 12 September pemisahan siswa pria dan wanita di semua universitas negeri dan swasta di negara itu. Institusi pendidikan diharuskan memiliki gedung terpisah untuk siswa laki-laki dan perempuan, jika tidak ada, mereka akan menghadiri kelas di gedung yang sama tetapi pada waktu yang berbeda.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Mahasiswa Afghanistan menghadiri kelas di Universitas Mirwais Neeka di Kandahar, Afghanistan, 20 September 2021. Taliban secara resmi mengumumkan pada 12 September pemisahan siswa pria dan wanita di semua universitas negeri dan swasta di negara itu. Institusi pendidikan diharuskan memiliki gedung terpisah untuk siswa laki-laki dan perempuan, jika tidak ada, mereka akan menghadiri kelas di gedung yang sama tetapi pada waktu yang berbeda.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Sekitar 30 perempuan Afghanistan melakukan aksi protes di depan Universitas Kabul, Selasa (18/10/2022). Berdasarkan pernyataan pihak berwenang, aksi unjuk rasa itu dilakukan setelah pelajar perempuan dikeluarkan dari asrama karena diduga melanggar aturan.

 

Baca Juga

Meski demikian, para pengunjuk rasa, menuding pelajar perempuan yang dikeluarkan oleh otoritas terkait merupakan buntut dari kepemimpinan Taliban yang membatasi akses pendidikan perempuan. "Protes hari ini adalah untuk anak perempuan yang telah diusir," kata penyelenggara aksi Zholia Parsi, dikutip Al Arabiya, Selasa (18/10/2022).

Berdasarkan pernyataannya, di beberapa kota, banyak perempuan juga telah melakukan aksi unjuk rasa dan melakukan protes sporadis terhadap pembatasan keras yang diberlakukan oleh kelompok tersebut. “Jangan usir kami… pendidikan adalah garis merah kami,” teriak para pengunjuk rasa di depan universitas.

 

Menanggapi banyaknya gelombang unjuk rasa dari pelajar perempuan itu, Kementerian Pendidikan Tinggi mengatakan, sejumlah siswa yang dikeluarkan memang karena melakukan pelanggaran aturan asrama universitas. Menanggapi tekanan internasional atas pendidikan anak perempuan, para pejabat Taliban mengatakan, penutupan sekolah menengah bersifat sementara. Namun demikian, alasan lain seperti kurangnya dana dan perombakan silabus, sempat dilayangkan institusi.

 

Sebagai informasi, Senin malam kemarin, pemimpin tertinggi Taliban Hibatullah Akhundzada baru saja menggantikan menteri pendidikan tinggi dengan ulama loyalisnya Neda Mohammad Nadeem. Reshuffle menteri pendidikan itu menjadi yang kedua kali dilakukan Taliban dalam sebulan terakhir.

 

Nadeem, diketahui sebelumnya menjabat gubernur provinsi Kabul, meskipun, selama bertahun-tahun sebelumnya sempat memegang beberapa posisi kunci di Taliban seperti kepala intelijen untuk gerakan di Afghanistan timur.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement