REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraih Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai mendesak para pemimpin Muslim pada 12 Januari untuk tidak mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan. Dia juga meminta agar pemimpin Muslim bersikap atas serangan Taliban terhadap hak-hak perempuan Afghanistan.
"Jangan melegitimasi mereka," ujar Malala dilansir dari Ucanews, Selasa (14/1/2025).
Hal ini disampaikan tokoh Muslimah berusia 27 tahun ini dalam acara pertemuan puncak yang difokuskan pada pendidikan anak perempuan di negara-negara Islam yang diadakan di ibu kota Pakistan, Islamabad.
Konferensi dua hari tersebut mempertemukan para menteri dan pejabat pendidikan dari puluhan negara berpenduduk mayoritas Muslim, yang didukung oleh Liga Muslim Dunia (MWL).
"Sebagai pemimpin Muslim, sekaranglah saatnya untuk menyuarakan pendapat Anda, menggunakan kekuatan Anda. Anda dapat menunjukkan kepemimpinan sejati. Anda dapat menunjukkan Islam sejati," ucap Malala.
Seperti diketahui, sejak kembali berkuasa pada 2021 lalu, pemerintah Taliban telah memberlakukan hukum Islam yang ketat yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) disebut sebagai "apartheid gender."
Afghanistan adalah satu-satunya negara di dunia di mana anak perempuan dilarang mengenyam pendidikan di sekolah menengah dan universitas.
Menteri Pendidikan Pakistan, Khalid Maqbool Siddiqui mengatakan, delegasi dari pemerintahan Taliban Afghanistan tidak menghadiri acara tersebut meskipun diundang.
"Sederhananya, Taliban tidak melihat perempuan sebagai manusia," kata Malala dalam konferensi tersebut.