REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf dalam acara Editorial Meeting Religion Forum (R20) menyampaikan setidaknya ada tiga masalah mendasar yang membuat dunia kacau.
Pertama adalah perebutan supremasi global. Ketika perang dingin selesai, Amerika Serikat (AS) menjadi negara adikuasa tunggal.
"Kemudian muncul penentang-penentang, sekarang saling berebut supremasi sedemikian rupa sehingga orang-orang tidak peduli lagi umat manusia, sepertinya sudah begitu," kata Gus Yahya dalam acara Editorial Meeting R20 di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (12/10/2022).
Ia menjelaskan, masalah mendasar kedua, manusia sampai sekarang masih mewarisi masalah hubungan antaragama. Contohnya yang paling dekat di Cilegon ada orang yang kesulitan membangun gereja, artinya masih ada masalah hubungan antaragama.
Ia menyampaikan, ada yang mengatakan umat Islam moderat, tapi faktanya orang susah membangun gereja di Cilegon, Banten. Hal semacam ini terjadi tidak hanya di Cilegon, Indonesia. Tapi juga di berbagai daerah di belahan dunia.
Masalah ketiga, adanya paham anti-agama yang berkembang di berbagai kawasan. Jadi ada ideologi sekuler radikal yang anti terhadap agama. Mereka bekerja secara sistematis untuk meruntuhkan sendi-sendi pengaruh agama di dalam masyarakat.
Menurut Gus Yahya, ideologi sekuler radikal yang anti terhadap agama ini bukan hanya sekadar kecenderungan tapi sudah menjadi ideologi politik. "Itu terjadi dan di Barat sudah menghasilkan polarisasi (masyarakat) yang luar biasa," ujarnya.
Gus Yahya mengatakan, memang ada pihak-pihak yang menganggap agama adalah sumber masalah. Sebaliknya, berdasarkan sudut pandang orang beragama misalkan seperti Nahdlatul Ulama, tentu tidak mungkin menganggap agama sebagai sumber masalah.
Ia menegaskan, hanya saja bagaimana caranya supaya umat beragama bisa memberi bukti yang nyata agama adalah solusi. Kalau dalam kenyataannya, agama menstimulus timbulnya masalah-masalah, maka harus diakui dan diatasi masalah-masalah tersebut.
Untuk mengatasi tiga masalah mendasar itu, PBNU menggagas digelarnya R20. Gelaran R20 bukan pertemuan biasa, direncanakan setelah R20 dilaksanakan akan ada kerja lanjutan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di dunia.
"Tentu nanti seperti saya katakan, ini bukan hanya sekali acara (R20) setelah itu pulang, tapi ini kita buat sekretariat permanen untuk terus bekerja membuat strategi lanjutannya yang perlu dilakukan sesudah itu (R20)," kata Gus Yahya.
Ia menegaskan tidak akan berhenti sampai R20 terselenggara, setelah R20 akan ada kerja-kerja lanjutan. Ia akan bangun platform agar orang-orang bisa menyumbang gagasan, upaya dan lain sebagainya melalui sekretariat permanen yang dibentuk setelah R20.
"Mudah-mudahan ini bisa berjalan, kalau lihat animonya masya Allah, luar biasa sekarang, jumlah tokoh besar banyak yang minta undangan, (mereka) memang melihat bahwa ini (R20) forum penting," kata Gus Yahya.
R20 merupakan engagement group dari G20 dan akan dilaksanakan di Bali pada 2-3 November 2022 dengan mengundang tokoh-tokoh agama dunia.