REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrurrozi, menyatakan pondok pesantren tidak bisa distigmakan dengan kekerasan, terutama karena satu kasus yang terjadi di Gontor baru-baru ini. Lembaga pendidikan Islam ini dikatakannya telah banyak menghasilkan tokoh-tokoh besar di Indonesia, bahkan sebelum republik ini berdiri.
"Jadi kita harus jernih melihatnya, bahwa kasus itu adalah sebuah musibah atau kecelakaan. Pondok Gontor berdiri sudah puluhan tahun, puluh ribu alumninya dan baru hari ini kita dengar kasus seperti ini. Lebih jauh lagi, pesantren itu sudah ada sejak sebelum republik ini berdiri," kata sosok yang akrab disapa Gus Fahrur ini, Selasa (13/9/2022).
"Pesantren telah lahir berusia ratusan tahun sebelum republik Indonesia berdiri dan telah menjadi tempat belajar masyarakat yang belum semuanya dapat dijangkau pemerintah. Bersifat dakwah sosial, mudah diakses, murah dan berkualitas," tambahnya.
Dia meyakini, tidak ada pesantren yang mengajarkan kekerasan kepada santri-santrinya. Jikapun ada, maka itu pastinya di luar pengetahuan para guru dan biasanya karena spontanitas antarsantri sendiri. Sesuatu yang biasa terjadi di berbagai lembaga pendidikan lainnya.
Berbagai kasus meninggalnya pelajar juga pernah terjadi di lembaga pendidikan atau organisasi lain. Hal itu tidak lantas membuat satu lembaga bisa digeneralisasi telah mengajarkan kekerasan atau bahkan menganjurkan penganiayaan.
"Pesantren mengajarkan kebaikan, kesantunan, mengajarkan ketertiban, disiplin ibadah. Tidak boleh kemudian hanya satu dua kasus distigakan semua.
Seperti di kepolisian, sekarang ada kasus kan, kita tidak bisa bilang bahwa polisi jelek. Ada oknum ada kecelakaan yang sifatnya personal," ujarnya.
"Artinya ini semua musibah, musibah yang harus kita jadikan sebagai pelajaran agar kita waspada untuk jadi lebih baik," tambahnya.
Para orang tua juga diimbaunya agar tidak ragu untuk memasukan anaknya ke pesantren. Lembaga ini dikatakannya telah terbukti banyak melahirkan banyak generasi yang soleh dan berpengaruh.
"Orang tua hendaknya jernih melihat, betapa banyak ulama, tokoh masyarakat dan generasi soleh yang telah lahir dari rahim pendidikan pesantren sejak zaman dahulu kala. Ada 29 ribu pesantren dan 3 juta santri yang baik-baik saja, tidak dapat di gebyah uyah (pukul rata) stigmatisasi jelek hanya karena satu dua kasus kecelakaan atau musibah," jelasnya.