Senin 05 Sep 2022 22:03 WIB

Ini Latar Belakang Digelarnya Kongres Ulama Perempuan Indonesia

Kiprah dan tradisi keulamaan perempuan tidak hanya berakar pada norma-norma teologis.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Kongres Ulama Perempuan Indonesia (Ilustrasi)
Foto:

Nyai Masruchah menerangkan, Fatwa KUPI tahun 2017 tentang wajibnya perlindungan usia anak dari pernikahan telah mempengaruhi berbagai pihak, baik lembaga negara maupun masyarakat sipil, untuk menaikan batas usia pernikahan, dan akhirnya disahkan negara menjadi 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Fatwa KUPI tentang pengharaman kekerasan seksual juga menjadi turning point kesadaran berbagai elemen bangsa, terutama masyarakat sipil.

Kerjasama berbagai pihak, termasuk keaktifan para ulama perempuan dalam membuka ruang-ruang dialog dengan anggota parlemen telah membuahkan hasil, berupa pengesahan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang tercatat dalam lembar negara Nomor 12 Tahun 2022.

Lebih dari soal peraturan dan negara, dalam konteks sosial-budaya, kata “ulama perempuan“ atau “perempuan ulama“ sudah begitu akrab di telinga masyarakat Indonesia dan sudah sering muncul dalam pemberitaan berbagai media. Sehingga keberadaan dan otoritas mereka sudah jauh diterima publik Indonesia, jika dibanding sebelum perhelatan KUPI, atau jika dibandingkan dengan umat Islam dunia di tempat lain.

"Kisah baik KUPI dalam mengangkat otoritas ulama perempuan ini telah menembus kesadaran dunia, sehingga banyak negara-negara Muslim menaruh harapan besar agar semangat KUPI juga bisa menginspirasi kerja-kerja mereka untuk perbaikan hidup perempuan di berbagai belahan dunia," jelas Nyai Masruchah.

Nyai Masruchah mengatakan, salah satu keunikan paradigmatik KUPI adalah pentingnya mendasarkan fatwa-fatwa keagamaannya pada pengalaman perempuan sebagai subjek fatwa yang harus masuk dalam semua konsepsi dasar dalam hukum Islam, seperti kerahmatan, keadilan, dan kemaslahatan. Sehingga, sejauhmana perempuan memperoleh kebaikan (jalb al-mashalih) dan terhindar dari keburukan (dar’ al-mafasid) menjadi pertimbangan dasar, sebagaimana laki-laki, dalam perumusan fatwa hukum Islam.

 "Keunikan lain adalah perujukan fatwa pada Konstitusi Republik Indonesia dan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan ini merupakan komitmen penuh KUPI tentang cinta tanah air sebagai pilar keimanan (hubb al-watahon minal iman) dan nilai-nilai kebangsaan yang integral dengan prinsip-prinsip keislaman (maqashid syari‘ah)," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement