REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara yang pernah menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan ke depan kumpulan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat diresmikan dalam dua cara.
Pertama, lewat Pemerintah Eksekutif. Kedua, melalui peradilan. Hal ini dia sampaikan dalam acara 6th Annual Conference on Fatwa MUI Studies, Peran Fatwa MUI dalam Perubahan Sosial, melalui siaran Youtube Official TVMUI pada Rabu (27/7/2022).
"Ke depan bayangan saya ada kumpulan fatwa Majelis Ulama Indonesia yang diresmikan melalui dua cara. Pertama pemerintahan eksekutif, kedua melalui peradilan untuk memandu hakim dalam menjalankan tugas," kata Jimly.
Jimly melanjutkan, dalam keputusan presiden (Kepres), sebut saja lima atau dua tahun sekali tergantung kebutuhan. Menurut dia, harus ada mekanisme rutin oleh MUI sehingga yang terpilih bukan sembarangan. Bisa saja semakin populer semua orang meminta, fatwa menjadi turun kualitasnya.
"Yang pertama ini harus ada kekuasaan umum yang mengabsahkan dalam bentuk keputusan presiden," kata Jimly.
Kedua, fatwa Majelis Ulama Indonesia dikukuhkan oleh Mahkamah Agung. Kamar peradilan agama menetapkan menjadi administratif yang diberlakukan sebagai petunjuk untuk semua hakim dalam menjalankan tugas, memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara yang berhubungan dengan kewenangan dalam peradilan agama.
"Kita harus mengantisipasi perkembangan kompleksitas tugas fatwa di masyarakat yang akan datang. Untuk itu saya anjurkan supaya ada kajian ulang tentang apa saja yang harus difatwakan, dan bagaimana prosedurnya, jangan ujug-ujug ke MUI Pusat nanti kewalahan. Maka mulai dari daerah, supaya memberdayakan komisi fatwa di tingkat provinsi sehingga ini menjadi agenda ilmiah di kalangan para ulama seluruh tanah air," kata Jimly.
Jimly mengungkapkan, dia memimpikan seperti yang ada di Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Di sana ada Bahtsul Masail, dengan masing-masing kiai membawa kitab yang mencerahkan umat.
"Hasilnya nanti dibawa, tingkat nasional dilihat, sehingga ada agenda forum komisi fatwa bersifat tahunan, melalui Menteri Agama diterbitkan Keputusan Presiden, setidaknya kalau bukan Kepres, Keputusan Menteri atas persetujuan presiden, atau dengan Keputusan Menteri dengan sepengetahuan presiden sehingga jadi resmi ini saran saya," kata Jimly.