REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Umat Islam yang bisa melaksanakan ibadah puasa tahun ini sudah sepatutnya bersyukur kepada Allah SWT.
Ulama asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi mengungkapkan bahwa sangat banyak hikmah Ramadhan yang membuat makhluk menyukuri nikmat Allah SWT.
“Terdapat banyak hikmah yang di dalamnya puasa Ramadhan membuat makhluk mensyukuri berbagai nikmat Allah,” ujar Nursi dikutip dari bukunya yang berjudul “Misteri Puasa, Hemat, dan Syukur” terbitan Risalah Nur Press.
Nursi menjelaskan, makanan yang dibawa oleh seorang pelayan dari dapur raja tentu sangat bernilai. Tentu sangat bodoh jika ada yang tidak menghargai makanan tersebut dan tidak mengenal pemberi yang sebenarnya, malah si pelayan itu yang diberi hadiah dan balasan.
“Begitu pula dengan makanan dan nikmat tak terhingga yang Allah hamparkan di muka bumi. Sudah pasti Dia menuntut harganya dari kita, yaitu bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat tadi,” kata Nursi.
Sementara, lanjut dia, berbagai sebab lahiriah dan para pemiliknya hanya laksana para pelayan. Nah, kita memberikan harganya kepada para pelayan serta merasa berutang budi kepada mereka. Bahkan, kita menunjukkan rasa hormat dan terima kasih lebih dari yang semestinya.
Padahal, menurut Nursi, Pemberi nikmat hakikilah yang layak mendapat puncak syukur, dan pujian daripada sebab-sebab. “Jadi, mengungkapkan syukur kepada Allah adalah dengan menyadari bahwa nikmat tersebut secara langsung bersumber dari-Nya, menghargai nilainya, serta merasa butuh kepadanya,” jelas Nursi.
Karena itu, menurut Nursi, puasa di bulan Ramadhan merupakan kunci syukur yang hakiki, tulus dan agung serta bersifat menyeluruh. Sebab, sebagian besar manusia tidak mengetahui nilai nikmat yang demikian banyak lantaran tidak merasakan pedihnya rasa lapar.
Misalnya orang yang kenyang, terutama kalangan yang kaya, tidak dapat mengetahui nilai nikmat yang terdapat pada sekerat roti kering. Namun, kata Nursi, orang mukmin di saat berbuka dapat merasakannya sebagai nikmat ilahi yang sangat berharga. Indra pengecapnya menjadi saksi atas hal itu.
“Oleh sebab itu, mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan, mulai dari pemimpin sampai kepada kalangan yang paling miskin, memperoleh syukur maknawi dengan menyadari nilai nikmat tersebut,” kata Nursi.
Dia menambahkan, sikap manusia yang menahan diri untuk tidak menyentuh makanan di siang hari membuatnya dapat mengetahui kalau ia benar-benar merupakan nikmat.
Pasalnya, dia berbisik kepada dirinya, “Nikmat ini bukan milikku. Aku tidak bebas mengonsumsinya. Jadi dia milik pihak lain. Nikmat tersebut adalah bentuk karunia dan kemurahan-Nya atas kita. Sekarang aku sedang menantikan perintah-Nya.”
Dengan cara semacam ini, menurut Nursi, berarti manusia menunaikan syukur maknawi. Dengan demikian, puasa berposisi sebagai kunci syukur-dilihat dari berbagai sisi-yang merupakan tugas hakiki manusia.