REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH— Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh berharap Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas memperhatikan kearifan lokal terkait aturan pengeras suara adzan, biarkan kebijakan tersebut diatur masyarakat dan pengurus masing-masing masjid.
"Aceh tidak perlu, cukup dengan kearifan lokal, dan kembalikan kepada masyarakat dengan pengurus masjid, karena kondisi daerah itu berbeda-beda," kata Ketua MPU Aceh Tgk Faisal Ali, di Banda Aceh, Jumat (25/2/2022).
Apalagi untuk Aceh, kata Tgk Faisal, memiliki kearifan lokal dan kekhususan sendiri, sehingga hal tersebut tidak seharusnya lagi diatur sedemikian rupa."Tidak boleh kita samakan, di Aceh ada juga yang minoritas orang islam, jadi kembali ke kearifan lokal daerah masing-masing," ujarnya.
Insyaallah, kataTgk Faisal, jika ketentuan mengenai pengeras suara di masjid tersebut dikembalikan pada kearifan lokal akan lebih baik, apalagi masyarakat setempat lebih memahami bagaimana kondisi di daerahnya sendiri.
Sebelumnya, Ketua DPRK Banda Aceh Farid Nyak Umar juga telah meminta Menag Yaqut untuk mencabut surat edaran Nomor 5 Tahun 2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala tersebut, sehingga tidak terjadinya kegaduhan di tengah masyarakat.
Seperti diketahui, Kementerian Agama telah menerbitkan edaran perihal aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05/2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara.
"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangannya.
Yaqut mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.
Tetapi di sisi lain, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya demi merawat persaudaraan dan harmoni sosial.