Di sisi lain, Kepala Sekolah Bhaskar Shetty mengatakan, beberapa mahasiswi Muslim memilih untuk menghadiri kelas dengan melepas jilbab. Shetty mencoba meyakinkan orang lain untuk menghadiri kelas. Namun para mahasiswi bersikeras agar diizinkan masuk ke dalam kelas dengan mengenakan jilbab. "Kami memberi tahu mereka tentang perintah pengadilan. Mereka telah memutuskan untuk menunggu," katanya.
Shetty mengatakan, keputusan untuk memberikan kelas daring kepada mahasiswa yang memprotes akan diambil setelah berkonsultasi dengan dosen. Orang tua dari beberapa mahasiswa pun menuding bahwa perguruan tinggi itu melanggar aturan dan arahan pengadilannya sendiri.
"Pengadilan telah mengarahkan perguruan tinggi untuk mempertahankan status quo. Saya memasukkan putri saya ke kelas ini karena perguruan tinggi mengizinkan mengenakan jilbab di kelas," kata Mohammed Haneef, salah satu orang tua mahasiswi.
Dia datang ke kampus dengan panik karena putrinya tidak menjawab panggilan teleponnya saat dia berada di kelas. Menurut Haneef, jika perguruan tinggi tidak mengizinkan pelajarnya berhijab, maka ia akan berhenti menyekolahkan putrinya ke perguruan tinggi tersebut.
"Saya merasa pemerintah sengaja menciptakan kontroversi ini untuk menghilangkan pendidikan yang baik bagi masyarakat terbelakang termasuk umat Islam. Saya ingin putri saya belajar hukum dan menjadi hakim. Pemerintah tidak dapat mentolerir pertumbuhan seperti itu di antara minoritas," katanya.
Beberapa orang tua datang ke kampus untuk membawa pulang putri mereka setelah para mahasiswi berjilbab ditolak masuk ke dalam kelas. Akibat kericuhan tersebut, para dosen tidak bisa membuka kelas bagi mahasiswa yang sudah berada di dalam kelas.