REPUBLIKA.CO.ID, UDUPI -- Perdebatan tentang jilbab menyebabkan perselisihan di sebuah kampus wanita Government PU College di negara bagian Karnataka, India selatan. Enam siswa remaja di sebuah perguruan tinggi pra-universitas yang dikelola pemerintah, setara dengan sekolah menengah, mengatakan mereka dilarang masuk kelas selama berminggu-minggu karena mereka bersikeras mengenakan jilbab.
Pihak kampus mengatakan hanya meminta para mahasiswa melepas jilbab di dalam kelas, tetapi mereka masih bisa memakainya di sekitar kampus. Keenam gadis itu mengenakan seragam perguruan tinggi, tunik longgar dengan celana dan selendang. Mereka mengatakan mereka juga harus diizinkan menutupi rambut mereka.
"Kami memiliki beberapa guru laki-laki. Kami perlu menutupi rambut kita dari pria. Makanya kami pakai hijab," kata Almas, salah satu mahasiswa, dilansir dari laman International The News, Senin (24/1/2022).
Bukan hal yang aneh melihat wanita mengenakan jilbab dan burka yang menutupi wajah dan tubuh di India. Namun, suasana yang semakin terpolarisasi dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan minoritas termasuk Muslim dan Kristen merasa terancam.
Dipukuli dan dipermalukan karena menjadi seorang Muslim di India, perempuan menghadapi ancaman pemerkosaan di media sosial Clubhouse dan pertikaian khusus ini terjadi di Udupi, salah satu dari tiga distrik di sabuk pantai Karnataka yang sensitif secara komunal.
Para komentator sering menggambarkan wilayah itu sebagai kubu BJP sayap kanan, Perdana Menteri Narendra Modi sebagai laboratorium untuk politik mayoritas Hindu. BJP juga berkuasa di Karnataka.
Kasus-kasus main hakim sendiri dan ujaran kebencian yang berulang-ulang terhadap Muslim di wilayah tersebut telah memperdalam garis kesalahan agama. Ini menyebabkan munculnya kelompok-kelompok vokal yang dipimpin minoritas yang menegaskan hak mereka atas kebebasan beragama.