REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Politikus Partai Hijau dan Menteri Pertanian Jerman Cem Ozdemir mengutuk serangan Islamofobia baru-baru ini di sebuah pemakaman Muslim di barat laut negara itu. Pernyataan ini dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Jerman di Turki pada Selasa (4/1).
Puluhan batu nisan yang rusak di pemakaman Muslim di kota Iserlohn, Jerman pada Malam Tahun Baru, dipandang sebagai indikator terbaru dari sentimen Islamofobia yang berkembang di Eropa.
"Penodaan kuburan di Iserlohn sangat menjijikkan dan tidak lebih dari serangan anti-Muslim yang pengecut. Saya bersama kerabat almarhum. Saya bisa memahami apa yang mereka rasakan. Jangan tinggalkan mereka sendirian,” kata Ozdemir, dilansir dari Daily Sabah, Rabu (15/1).
Menurut polisi setempat, sekitar 30 batu nisan di pemakaman Muslim di Iserlohn rusak. Pihak berwenang mengeluarkan permohonan pencarian saksi bagi siapa saja yang menyaksikan vandalisme atau memiliki informasi yang dapat membantu penyelidikan.
Serangan itu terjadi di tengah meningkatnya kejahatan Islamofobia yang mengkhawatirkan di Jerman dalam beberapa tahun terakhir. Kementerian Luar Negeri Turki sebelumnya menyatakan kesedihannya setelah serangan itu.
Kementerian mendesak para pejabat segera menemukan pelaku serangan sehingga mereka dapat dibawa ke pengadilan dan diberi hukuman yang pantas. Ia juga meminta pihak berwenang untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah insiden itu kembali terjadi.
Menurut laporan yang baru-baru ini diterbitkan berjudul Laporan Islamofobia Eropa 2020, total 901 kejahatan Islamofobia didaftarkan oleh Kantor Polisi Kriminal Federal di Jerman pada 2020. Delapan belas demonstrasi anti-Islam diadakan dan 16 diselenggarakan oleh gerakan PEGIDA rasis di Jerman pada tahun yang sama.
Di tahun yang sama, terjadi peningkatan Islamofobia di dunia maya akibat penguncian virus corona dan kehidupan ditutup di seluruh Eropa. Jerman adalah rumah bagi 81 juta orang dan menjadi rumah dengan populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Dari hampir 4,7 juta Muslim di negara itu, setidaknya tiga juta adalah keturunan Turki.
Komunitas Turki di Eropa prihatin dengan meningkatnya tren Islamofobia dan Turkofobia di negara-negara Barat dan telah meminta negara-negara Eropa untuk meningkatkan langkah-langkah terhadap kejahatan rasial. Para pejabat Turki, termasuk Presiden Recep Tayyip Erdogan, sering mendesak para pembuat keputusan dan politisi Eropa untuk mengambil sikap menentang rasialisme dan jenis diskriminasi lainnya, yang telah mengancam kehidupan jutaan orang yang tinggal di dalam perbatasan blok itu.