Kebebasan beragama diabadikan dalam konstitusi India, yang memungkinkan warga untuk mengikuti dan dengan bebas mempraktikkan keyakinan mereka. Konstitusi juga mengatakan negara tidak akan mendiskriminasi, menggurui, atau mencampuri profesi agama apa pun. Bagi umat Islam di kawasan itu, penutupan masjid membawa kenangan menyakitkan dari masa lalu. Pada 1819, penguasa Sikh menutup masjid itu selama 21 tahun. Selama 15 tahun terakhir, masjid tersebut telah dikenakan larangan dan penguncian berkala oleh pemerintah India berturut-turut.
Akan tetapi, pembatasan saat ini adalah yang paling parah sejak wilayah itu dibagi antara India dan Pakistan setelah kedua negara memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 1947. "India mengatakan itu adalah negara sekuler. Jika demikian, mengapa kita menyaksikan pembatasan agama seperti itu?" tanya Zareef Ahmed Zareef, seorang penyair dan sejarawan lisan.
Setelah Kashmir meletus menjadi pemberontakan bersenjata melawan India pada 1989, masjid agung dan daerah sekitarnya di jantung Srinagar muncul sebagai pusat protes. India telah menggambarkan pemberontakan itu sebagai aksi terorisme yang disponsori Pakistan. Namun, tuduhan itu dibantah oleh Pakistan.
Khutbah di Masjid Jamia sering kali membahas konflik yang telah berlangsung lama. Imam kepala dan salah satu pemimpin separatis terkemuka di kawasan itu, Mirwaiz Umar Farooq, memberikan pidato berapi-api yang menyoroti perjuangan politik Kashmir.
Pihak berwenang kerap kali melarang sholat di masjid agung ini untuk waktu yang lama. Menurut data resmi, masjid Jamia di Kashmir ditutup setidaknya selama 250 hari pada 2008, 2010, dan 2016. "Orang-orang di masjid merenungkan dan merasakan spiritualitas dan Mirwaiz memiliki gaya unik dalam menyampaikan khutbah. Diskusi seputar masalah sosial, ekonomi dan politik adalah fungsi inti keagamaan masjid," kata salah satu pejabat di masjid agung Kashmir, Altaf Ahmad Bhat.
Bhat lantas menolak alasan hukum dan ketertiban yang dikutip oleh pihak berwenang atas penutupan masjid tersebut. "Saya percaya itu adalah ketidakmampuan mereka jika mereka tidak dapat mengatasi situasi. Kami mengangkat suara kami di sini dan itu tidak selalu politis. Saya pikir ini bukanlah suatu argumen sama sekali," katanya.