REPUBLIKA.CO.ID, ASSAM -- Pemerintah provinsi di salah satu negara bagian India, Assam, membatalkan waktu istirahat sholat Jumat selama dua jam bagi anggota parlemen Muslim. Keputusan ini memicu kontroversi yang telah bergema di koridor kekuasaan di pemerintahan federal negara itu di New Delhi.
Perubahan di Assam ini mematahkan tradisi yang telah berlangsung selama 87 tahun di Majelis Legislatif Assam. Hal ini dinilai seolah-olah dilakukan untuk membuang praktik kolonial yang diduga memecah belah masyarakat berdasarkan garis agama.
Namun, langkah tersebut tampaknya telah memperdalam perpecahan komunal di negara yang mayoritas beragama Hindu. India secara konstitusional sekuler. India merupakan rumah bagi populasi Muslim terbesar setelah Indonesia dan Pakistan.
"Jeda dua jam adalah tradisi yang telah lama dihormati di majelis Assam. Semua yang ditunjukkan oleh aliansi yang berkuasa dengan membatalkan ketentuan tersebut adalah bias anti-Muslim mereka," kata Ashraful Hussain, seorang anggota parlemen daerah dari oposisi Front Demokratik Bersatu Seluruh India, partai terbesar ketiga yang sebagian besar didukung pemilih Muslim di Assam.
Berbicara kepada TRT World, Senin (2/9/2024), Hussain mengatakan Kepala Menteri Assam Himanta Biswa Sarma ingin mencapai tujuan ganda dengan mengobarkan kontroversi ini. Menurutnya, kepala menteri ingin menarik hati kaum Hindu nasionalis sayap kanan dan menempatkan kaum Muslim pada tempatnya dengan menggunakan taktik mayoritas. Kaum Hindi nasionalis sayap kanan sekarang mendominasi politik di tingkat negara bagian dan pusat
“Kaum Muslim akan tetap melaksanakan sholat, terlepas dari apakah mereka sholat atau tidak. Para ekstremis hanya ingin melecehkan kaum Muslim,” katanya.
Halaman selanjutnya ➡️