REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM TIMUR -- Penduduk Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur terus hidup dalam ketidakpastian. Aktivis di balik kampanye media sosial melawan pengusiran paksa warga Palestina, Mahmoud el-Kurd, mengatakan penduduk Sheikh Jarrah bertekad tidak akan meninggalkan rumah mereka meskipun dihadapkan pada masa depan yang tidak pasti, ketegangan, dan ketakutan.
"Jalan Palestina akan berdiri bersama kami lagi seperti yang mereka lakukan awal tahun ini. Keluarga saya ditentukan dalam pendirian mereka," ujar el-Kurd kepada Aljazirah, Jumat (12/11).
Menurut dia, seluruh lingkungan hidup di Palestina berada di bawah tekanan besar. "Otoritas Israel saat ini diam dengan perhatian internasional yang diperbarui, tetapi ketika segala sesuatunya mereda, mereka akan melanjutkan penggusuran mereka," kata el-Kurd.
Tetangganya pun, keluarga Nuha Attia, setuju warga Palestina akan bangkit apabila Israel mencoba melanjutkan penggusuran. Putra dari Attia telah dipenjara oleh pasukan Israel selama berminggu-minggu dan menuduhnya berhubungan dengan Hamas dan Jihad Islam.
"Warga Palestina akan bangkit jika Israel mencoba melanjutkan penggusuran," kata Attia.
Mahkamah Agung Israel akan memutuskan status tanah tempat mereka tinggal selama beberapa generasi. Pengacara di Yerusalem Khaled Zabarqa mengatakan kepada Aljazirah bahwa Mahkamah Agung akan memutuskan satu dari empat opsi.
Empat opsi itu, yakni menetapkan sidang baru untuk argumen pengacara dari kedua belah pihak, mengusulkan penyelesaian yang diubah, meminta ringkasan argumen kedua belah pihak sebelumnya, serta mengeluarkan putusan dengan materi yang tersedia dan banding yang diajukan oleh keluarga.
Zabarqa menuturkan pengadilan yang merupakan otoritas kehakiman tertinggi di Israel ditempatkan dalam ikatan yang nyata menyusul penolakan warga atas tawarannya baru-baru ini. Menurut dia, pengadilan ingin kedua belah pihak menerima tawaran penyelesaian untuk keluar dengan kerugian minimal.
Pada 2 November, empat keluarga Palestina yang menghadapi pemindahan paksa secara bulat menolak tawaran pengadilan Israel. Pengadilan Israel mengusulkan akan membuat empat keluarga Palestina tetap tinggal di rumah mereka selama 15 tahun.
Namun, status mereka sebagai "penyewa yang dilindungi" dengan membayar sewa kepada pemukim yang telah mengeklaim tanah itu. Konfrontasi pun pecah antara pemuda Palestina dan pasukan penduduk Israel.
Pemukim yang didukung oleh keputusan pengadilan tiba di luar rumah warga Palestina dan memberi tahu mereka bahwa tanah itu bukan milik mereka, melainkan milik orang-orang Yahudi. Pada April dan Mei, kisah Sheikh Jarrah menarik perhatian internasional menyusul protes terhadap upaya Israel menggusur penduduk Palestina secara paksa.