REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Presiden Federasi Kamar Saudi (FSC) Ajlan Al-Ajlan mengatakan, semua perusahaan Saudi telah menghentikan seluruh transaksi mereka dengan perusahaan Lebanon. Larangan ini sebagai tanggapan atas pembenaran dan restu pemerintah Lebanon atas tindakan teroris yang menargetkan Arab Saudi.
"Tidak ada perusahaan Saudi yang akan berurusan dengan rekan-rekan Lebanon mereka atau sektor ekonomi apa pun di Lebanon, serta dengan Pemerintah Lebanon," kata Al-Ajlan, dilansir dari Saudi Gazette, Senin (8/11).
“Pemerintah Lebanon telah membenarkan serangan teroris dengan drone jebakan di Kerajaan dan rakyatnya serta keuntungan ekonomi dan sosialnya. Ini tidak dapat diterima pemerintah mana pun, termasuk pemerintah Lebanon,” katanya.
Ia juga mengingatkan tindakan yang diambil pengusaha dan perusahaan Saudi adalah yang paling sedikit dapat ditawarkan untuk mendukung pemerintah negara mereka. Al-Ajlan memuji langkah cepat perusahaan Saudi menghentikan transaksi komersial dengan Lebanon.
Sebelumnya, ia juga mendesak perusahaan Saudi menghentikan semua transaksi komersial dan ekonomi dengan Lebanon sebagai tanggapan atas kegigihan mereka dalam menargetkan Arab Saudi dengan penyelundupan narkoba. Selain itu, membenarkan tindakan teroris dalam segala bentuk dan manifestasinya yang telah diekspos oleh Kerajaan.
Mengenai nasib investor Saudi di Lebanon, Al-Ajlan menekankan penghentian kerja sama mencakup semua tingkat ekonomi, komersial, serta investasi. "Tidak masuk akal bagi pemerintah Lebanon melanjutkan tindakannya mendorong aksi teroris dan membanjiri pasar Saudi dengan obat-obatan. Tidak ada inisiatif dipihaknya bahkan setelah pemerintah Saudi bekerja sama dengan otoritas terkait di Lebanon untuk menghentikan tindakan seperti itu demi menjaga kepentingan rakyat Lebanon," kata Al-Ajlan.
Sebagai akibat dari langkah Saudi, ekonomi Lebanon diperkirakan akan mengalami kerugian sekitar 220 juta dolar AS dari total nilai ekspor ke negara-negara di seluruh dunia dan itu tidak melebihi 3 miliar dolar AS.
Sektor pertanian Lebanon akan mengalami kerugian terbesar sekitar 92 juta dolar AS dan sektor industri sekitar 97 juta dolar AS, sementara produsen Lebanon akan menghadapi masalah dalam menemukan pasar alternatif untuk ekspor produk industri dan pertanian mereka selain negara-negara Eropa, terutama karena produk ini tidak memenuhi syarat dan ketentuan Uni Eropa.