REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Yuanda Zara
Kereta api ditemukan di Inggris pada awal abad ke-19. Kereta api mulanya dipakai untuk keperluan mengangkat dan mengangkut barang yang sangat berat dan besar untuk keperluan industri.
Belanda lalu mengembangkan alat transportasi ini di Jawa dan Sumatra. Dari seratus tahun lebih usia Persyarikatan Muhammadiyah, ada beberapa potong kisah kehidupannya yang bersinggungan dengan keberadaan si kereta panjang ini.
Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, adalah seorang pengguna kereta api. Dan, perjalanannya dengan kereta api tidak hanya memungkinkannya bepergian ke daerah-daerah yang jauh di luar Yogyakarta, tapi juga memberinya kesempatan untuk mendapatkan ide-ide baru untuk aktivitas keagamaannya. Kereta api, dengan kata lain, adalah pembawa gagasan dan ruang tempat pikiran dipertemukan.
Dua tahun sebelum Kyai Dahlan mendirikan Muhammadiyah, ia merupakan anggota Jamiat Khair, organisasi yang bertujuan untuk memajukan pendidikan Islam di Hindia Belanda. Sebagian besar anggotanya adalah orang Arab, namun organisasi ini juga memberi kesempatan kepada kaum pribumi untuk turut berpartisipasi di dalamnya.
Kereta api turut berperan dalam keterlibatan Kyai Dahlan di sana. Dalam suatu perjalanan panjang kereta api antara Batavia dan Surabaya, Kyai Dahlan menghabiskan waktunya sebagai penumpang dengan membaca majalah Al-Manar, majalah Islam progresif yang dipublikasikan oleh Rasyid Ridha antara tahun 1898-1935.