REPUBLIKA.CO.ID, KALIFORNIA -- Hampir 56 persen siswa Muslim di Kalifornia mengatakan mereka merasa tidak aman, tidak diinginkan, atau tidak nyaman di sekolah. Menurut survei yang dirilis Kamis (28/10), perasaan ini didapat karena identitas agama yang mereka anut.
Peneliti dari Council for American-Islamic Relations (CAIR) cabang Kalifornia mengatakan, hasil ini adalah persentase tertinggi sejak kelompok advokasi mulai melakukan survei tentang perundungan terhadap siswa Muslim di sekolah pada 2013. Grup ini merilis temuan survei setiap tahun.
Sekitar 700 siswa menanggapi survei, yang dilakukan antara Januari hingga Agustus. Kebanyakan responden merupakan siswa dari kelas lima sampai kelas 12, dengan sebagian besar berada di sekolah menengah. Sebagian besar siswa yang mengikuti survei, 267 siswa, berasal dari wilayah Los Angeles.
Pengacara pengelola hak-hak sipil untuk CAIR-LA Amr Shabaik mengatakan temuan penelitian ini mengkhawatirkan. Masih dari penelitian yang sama, 20 persen responden menyebut mereka rela membolos sekolah guna menghindari perasaan itu.
“Tahun ini, kami melihat jumlah siswa yang mengatakan mereka merasa tidak aman, tidak diinginkan, atau tidak nyaman di sekolah yang tertinggi yang pernah kami lihat,” katanya dikutip di Daily Breeze, Ahad (31/10).
Hal lainnya yang disebut mengkhawatirkan adalah temuan yang menunjukkan satu dari empat guru, administrator atau orang dewasa lainnya di sekolah, membuat komentar ofensif kepada siswa tentang Islam atau Muslim. Kondisi ini menjadikan semakin pentingnya menilai lingkungan sekolah dan menegakkan kebijakan tanpa toleransi dalam hal intimidasi. Sekolah juga disebut perlu memberikan pelatihan pengamat kepada guru, mengembangkan kurikulum anti-rasialis dan kursus studi etnis.
Hampir 48 persen responden mengatakan mereka melihat penurunan perundungan setelah sekolah beralih ke pembelajaran jarak jauh karena pandemi Covid-19. Di sisi lain, 32 persen siswa mengatakan mereka tidak merasa nyaman terbuka tentang identitas Muslim mereka di sekolah.