REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaruqutni, mengatakan, DMI mulai memikirkan tentang kemungkinan diadakannya semacam adzan sentralisasi di daerah perkotaan yang satu waktu. Menurut dia, daerah yang waktu sholatnya sama seperti DKI Jakarta bisa menerapkan sistem adzan sentralisasi.
Imam menerangkan, sistem adzan sentralisasi adalah satu azan yang disiarkan ke masjid-masjid. Jadi setiap masjid memiliki alat elektronik untuk menyiarkan azan di waktu yang bersamaan. "Misalkan adzan dilakukan di Masjid Istiqlal maka kemudian semua masjid di Jakarta mengikuti adzan itu melalui speaker masing-masing masjid, suaranya berbarengan, jadi azan itu bareng," kata Imam kepada Republika, Selasa (19/10).
Ia mencontohkan, misalkan ada sebuah kantor yang di sekitarnya ada tiga masjid. Terkadang waktunya adzannya tidak sama, misalkan selisih satu menit. Jadi suara azannya menjadi cukup ramai karena bersahut-sahutan. Kalau menerapkan sistem azan sentralisasi, sekali adzan dikuti semua masjid di waktu yang bersamaan jadi tidak sahut-sahutan.
Ia mengatakan, terkait azan sentralisasi mungkin perlu dibicarakan dan kerjasama dengan pemerintah DKI Jakarta, Kementerian Agama (Kemenag) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebab pandangan dari para ulama sangat penting.
Imam juga menceritakan pernah berkunjung ke Kota Amman, ibu kota Yordania. "Di sana dilangsungkan azan sentralisasi, masjid adzan sekali walau masjidnya banyak, rupanya disentralisasi, ulama di sana membolehkan, karena yang penting misi dari azan itu panggilan sholat," ujarnya.
Ia menyadari terkait adzan sentralisasi jika ingin diterapkan harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak salah paham. Jadi tidak menghilangkan adzan atau panggilan sholat dari masjid, hanya saja adzannya dibuat secara sentralisasi. "Insya Allah hal ini akan dibicarakan di MUI,"katanya